Sabtu, 30 Maret 2013

REVIEW - Madre

Diangkat lagi dari novel karya Dewi "Dee" Lestari. Setelah Perahu kertas, Rectoverso, kali ini giliran novel berjudul Madre yang c... thumbnail 1 summary
Diangkat lagi dari novel karya Dewi "Dee" Lestari. Setelah Perahu kertas, Rectoverso, kali ini giliran novel berjudul Madre yang coba diangkat oleh sutradara pemenang FFI 2010 lewat film 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta, Benni Setiawan. Bagaimana dengan kualitas film ini? Setingkat dengan Rectoverso yang mempunyai jalinan cerita yang kuat tiap segmennya? Atau berakhir seperti Perahu Kertas Dwilogi yang kurang?

Menceritakan tentang seorang anak bernama Tansen (Vino G. Bastian) yang mendapatkan warisan sebuah kunci. Dia pun bertemu dengan Pak Hadi (Didi Petet) yang mengatakan bahwa kunci itu adalah kunci dari sebuah Biang Roti bernama Madre yang berarti "Ibu". Ternyata kunci itu berasal dari Almarhum Kakek Tansen yang menyuruhnya untuk menghidupkan kembali toko roti milik keluarganya dengan nama Tan De Bakker. Tansen menceritakan semuanya ke dalam blognya yang mempunyai pembaca setia bernama Meilan (Laura Basuki). Meilan pun berniat untuk membeli Madre itu dan Tansen tergiur dengan tawarannya. Hingga akhirnya mereka pun bekerja sama untuk menghidupkan kembali Toko Roti Tan De Bakker.
http://jakartavenue.com/wp-content/uploads/2013/02/Madre_still-036.jpg 
New taste of Indonesian Romance Comedy movies and it has delicious taste
Ketakutan jelas tak terelakkan bagi saya saat ingin menyaksikan film ini. Film adaptasi dari sebuah novel terkadang bikin was-was bagi kualitas film yang mungkin akan dicerca habis-habisan karena gagal meng-interpretasikan sebuah tulisan ke sebuah gambar bergerak. Beberapa contohnya mungkin 5 Cm yang kurang bisa memberikan sebuah cerita yang friendship yang kuat dan menghasilkan sebuah narasi, dialog, dan cerita yang serba cheesy di dalam filmnya. Bukan berarti saya pernah membaca novel dari Madre ataupun 5 Cm. Tetapi sebuah penyajiannya ke dalam sebuah Film akan terlihat jika sajian itu terkesan berantakan dan kurang tertangani. Rectoverso berhasil menyajikan sebuah jalinan cerita yang sangat Indah dan merobek hati penikmatnya. Kali ini karangan Dee Lestari lainnya, Madre, yang dicoba diangkat. Tanpa disangka-sangka performa Madre pun diluar dugaan. Madre menjadi sebuah sajian hangat yang diangkat dari oven yang mempunyai aroma sedap dan segar. Sekali lagi, Benni Setiawan berkompeten untuk menghasilkan sebuah jalinan cerita Drama Komedi yang memberikan kualitas yang tak disangka-sangka. 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta pun berhasil membuat saya Jatuh Cinta. Begitu pula dengan Madre. Jalinan cerita yang coba diangkat pun disajikan kompleks. Semuanya diceritakan dengan rinci dengan cerita yang padat. Dengan berbagai Narasi dan dialog yang smart dan jangan lupakan berbagai kiasan-kiasan serta kata-kata nan puitis yang akan dilantunkan oleh para pemain di film ini. Rupanya, penyampaian kata-kata nan puitis itu pun tersajikan dengan baik. Tak perlu disajikan dengan penuh overdramatis layaknya 5 Cm yang hasilnya akan menghilangkan berbagai esensi indah dari kalimat puitis itu. Benni Setiawan pun mampu mengangkat cerita yang sebenarnya mempunyai kefokusan cerita yang unik. Fokus cerita itu bukan ke Tansen melainkan ke sebuah biang Roti. Sebuah sudut pandang yang unik yang bisa memberikan nafas segar bagi perfilman Indonesia yang bisa dibilang banyak kegagalan dalam menghasilkan Sebuah drama komedi romantis yang smart di era-nya.
http://flickmagazine.net/foto_berita/20Madre1.jpg 
Madre's Vintage theme which is totally stole my heart. Love It ! 
Ceritanya pun tak terfokus hanya pada Cerita cintanya saja melainkan pada berbagai hal tentang bisnis, kebebasan. Sebuah satu paket penceritaan yang mempunyai porsi yang seimbang satu sama lain dan enjoyable. Well, tak semua jalinan cerita ini selembut adonan Madre yang lezat. Beberapa kelemahan pun  masih mengganjal di beberapa bagian. Seperti beberapa penceritaannya yang kurang rapi. Ceritanya sudah padat dengan penyampaian yang bagus tetapi terkadang beberapa scene terkesan dipercepat. Dengan kronologi waktu yang membingungkan serta penyampaian yang sedikit kebingungan sehingga beberapa bagian akan membingungkan penontonnya. Terutama saat setting film berubah antara Bandung menuju ke Bali yang cukup butuh waktu lama untuk memahaminya. Ritme penceritaan film ini pun messy diawal dan di penyelesaian ceritanya. Tetapi, kelebihan lainnya sepertinya menutupi kekurangan tersebut. Terlebih Benni Setiawan mampu menampilkan sudut-sudut kota dengan tema Vintage nan klasik yang pasti akan memanjakan mata penontonnya. Sudut-sudut kota yang Indah pun tergambarkan dengan baik. Belum lagi setting toko roti Tan De Bakker yang memang terlihat sangat old-school but i like it so much. Dengan berbagai dukungan dari Scoringnya yang juga memberikan sebuah nafas Vintage yang lebih kental. Scoringnya menawan. Sangat memorable dan benar-benar membuat film ini semakin menarik di setiap scene-nya. Hanya saja dalam klimaksnya ada satu lagu soundtrack yang membuat esensi klimaks film ini berkurang. Lagu berjudul Jodoh Pasti Datang milik Afgan ini di selipkan saat sebuah klimaks disajikan ke khalayak. Dengan sedikit efek yang cliche, Madre turn into FTV taste. Semuanya terasa menggelikan. Sekali kesalahan pun melunturkan berbagai aspek positif yang sudah ditawarkan Benni Setiawan di film ini. Tata Sound editingnya pun masih sangat Indonesia sekali. Mulut dan Dialog terkadang tak menyatu. Suara keluar dulu baru gesture mulut bermain. Tak apalah itu tak menganggu aspek cerita film ini yang sudah terjalin baik dan lumayan rapi dari awal hingga akhir. Dari segi cast tak ada yang salah. Vino G. Bastian dengan rambut gimbalnya itu pun tak menjadi gangguan dengan performa slengekan yang dia tampilkan saat memerankan Tansen. Serta performa Laura Basuki menjadi sesosok Wanita Karir yang smart yang juga bagus. Begitu pula Didi Petet yang tak usah diragukan lagi. Sesosok 3 Nini-Nini pegawai Tan De Bakker mencuri perhatian saya. Sosoknya unik, kocak, dan unforgettable.
Overall, Madre is a new Taste from Romance Comedy genre in Indonesian Movies. Unique view angle from "Biang Roti" which is make this movie fresh. The Vintage theme will totally stole audience heart even the soundtrack will turn this movie into FTV taste. But, I Still Love it. Delicious and sweet as Bread. 
 

Kamis, 28 Maret 2013

REVIEW - The Host

Jelas kita pasti sudah tahu siapa itu Stephenie Meyer. Bukunya yang laris manis di pasaran berjudul Twilight dan saganya menjadi favorit beb... thumbnail 1 summary
Jelas kita pasti sudah tahu siapa itu Stephenie Meyer. Bukunya yang laris manis di pasaran berjudul Twilight dan saganya menjadi favorit beberapa kalangan. Begitu pula dengan Filmnya yang juga banyak yang suka dan tentu tak sedikit pula yang membencinya. Kali ini, The Host buku terbarunya diangkat ke Layar Lebar. Dengan sutradara bernama Andrew Niccol, bagaimana hasil filmnya? Apakah setipe dengan Twilight dan saganya?

Invasi alien sampai ke bumi. Alien ini mencari tubuh manusia untuk bersarang dan meneruskan hidupnya. Alien disini mempunyai dua golongan, Seekers dan Wanderer. Kali ini tubuh seorang gadis bernama Melanie Stryder (Saoirse Ronan) dimana saat Wandere mulai merasuki tubuhnya ternyata Jiwa Melanie lebih kuat serta mengontrol Wanderer agar menemukan keluarga dari Melanie dan kekasihnya Jared Howe (Max Irons). Setelah bertemu dengan keluarga dan golongan manusia yang hidup, ternyata Wanderer mencintai seorang pria bernama Ian (Jake Abel). Seeker (Diane Kruger) mencari Wanderer karena dia telah melanggar aturan yang dia berikan kepadanya.
http://www.hollywoodreporter.com/sites/default/files/imagecache/thumbnail_570x321/2013/03/the_host_saoirse.jpg 
From same book author and what you expect from it? 
Sama seperti Warm Bodies yang memang menekan Ekspektasi serendah-rendahnya (meski hasil Warm Bodies diatas ekspektasi saya). Begitu pula dengan The Host. Dan ternyata sepertinya memang ada yang salah dengan karangan dari Stephenie Meyer atau memang adaptasi dari buku-bukunya memang tak ada yang bisa mempunyai kualitas yang bagus. Masih ingat benar saya saat pertama kali menyaksikan Twilight. Tak bisa dipungkiri bahwa film pertamanya memang kurang memberikan kualitas yang bagus. Tetapi, saya menyukai Twilight diawalnya. Untuk New Moon well that was the worst Twilight Saga I've ever seen. Setidaknya filmnya mengalami perkembangan sedikit demi sedikit meskipun tetap saja tak bisa memberikan sesuatu yang memukau. Kali ini, The Host novel terbaru milik Stephanie Meyer dicoba untuk diangkat ke sebuah Motion Picture. The Host seperti saga pertama dari Twilight yang membuat saya terhibur. Sebuah premis yang menarik sebenarnya jika ditilik dari segi fantasi yang ditawarkan oleh Stephenie Meyer kepada pembaca atau penontonnya. Tetapi, sekali lagi Meyer pun memberikan intrik romansa cinta antara 1 gadis yang diperebutkan oleh dua Lelaki dengan paras tampan dan gagah. Kembali ke filmnya, Film ini pun dimulai dengan bagaimana Wanderer masuk ke dalam tubuh manusia, Seeker yang mencoba mencari latar belakang dari Tubuh atau Host yang Wanderer tempati. Perjalanan itu sedikit menggugah selera saya untuk meneruskan alur cerita yang coba ditawarkan oleh film ini. Ketika sebuah perjalanan adventure itu mulai dibuka dan akhirnya Wanderer bertemu dengan para anggota keluarga Melanie dan golongan Manusia yang bertahan hidup karena invasi Alien. Disinilah film ini menunjukkan penyakitnya. Beberapa cerita yang harusnya menjadi fokus utama film ini pun sepertinya sedikit terlupakan dan juga a couple reason for the main conflict in this movie unidentified too. Plot hole tetap menghiasi berbagai perjalanan cerita ini. Andrew Niccol pun tak berusaha untuk menutupi lubang-lubang cerita yang masih menggantung. Terlepas dari itu, Akhirnya film ini pun lebih mendalami sis Dramanya, jalinan kisah cinta Antara Melanie, Jared, dan tentunya Ian. Well, mengingatkan saya dengan romansa cerita cinta segitiga Bella, Edward dan Jacob. Tetapi, entah kenapa saya lebih menyukai konflik antara ketiga insan manusia di film The Host ketimbang dengan The Twilight Saga. Meskipun tetap saja ketiga konflik itu membuat mereka terlihat begitu labil. Cerita cinta mereka sepertinya tak semenye-menye milik Twilight Saga meski berbagai taste penceritaan yang begitu mengingatkan kita kepada The Twilight Saga.
http://www.workingauthor.com/wp-content/gallery/the-host-2013/the-host-2013-still-2.jpg 
 This gonna be a Girl's favorite but for guy? Its too dramatic. But for me, it a little bit work.
Sebuah long-paced story yang seharusnya bisa diskip sana-sini sehingga menimbulkan beberapa penceritaan yang pasti bakal lebih efektif. Seharusnya Andrew Niccol selaku Sutradara serta penulis ceritanya memberikan porsi yang pas antara Drama dan aksi. Tetapi, Kisah cinta dan drama yang berlebihan pun menjadi sebuah hal yang akan membosankan bagi sebagian orang. Meski drama tentang Human Survival lebih diperlihatkan dan tak berlebihan pada kisah cintanya. Belum lagi durasi film ini yang berkisar 115 Menit dengan penceritaan yang begitu lambat. Akan menyakitkan bagi kaum Pria yang mungkin tak betah dengan genre Drama yang dipaksa dan berlebihan itu. Akan mengindahkan naluri seorang Wanita yang gemar menonton Drama percintaan karena begitu banyak diselipi adegan Kissing dan adegan Wanita-Pria yang saling bercengkrama menikmati dunia. Well, Duh, I love romance story and i think this movie gonna be my guilty pleasure for me. Hanya beberapa bagian yang menunjukkan Begitu labilnya karakter-karakter film ini yang mungkin membuat saya feel weird. [spoiler] Seperti adegan dimana Wanderer kehilangan jiwa Melanie di dalam tubuhnya dan dia mencium kedua cowok itu secara bergantian agar Melanie marah dan akhirnya kembali lagi didalam tubuhnya. [end] How Brilliant way to Solve a problem isnt it? Come on Stephanie Meyer, can you write some romance story without some over dramatic thing? Saya pun begitu tersiksa saat menyaksikan adegan itu di film ini. Penceritaannya begitu bertele-tele dengan selipan beberapa adegan yang sebenarnya romantis. Belum lagi sebuah klimaks yang benar-benar digarap terlalu bermain aman. Well, seharusnya bisa menawarkan hal yang lebih lagi. Beberapa dialognya yang terkesan dumb and numb. Menggelikan untuk didengarkan. Terutama bagian Kontak batin antara Melanie dan Wanderer yang terkadang memberikan dialog-dialog kurang enak dan aneh. At least, beberapa sinematografi dan juga View yang diambil film ini pun menyajikan sebuah pemandangan Indah didalam bebatuan dan gurun yang sangat memanjakan mata. Serta beberapa scoringnya yang juga lumayan Indah. Thanks for the cast that make this movie a little bit better from Twilight Saga. Saoirse Ronan pun berperan dengan baik saat menjadi seorang Alien sekaligus seorang yang selalu berdebat dengan dirinya sendiri. Dan kedua pria dengan wajah tampan dan tubuh kekar itu, setidaknya performanya tak seburuk Si manusia srigala dan makhluk penghisap darah yang berkilau di film yang bertemakan Vampire-love story itu.
Overall, The Host is a movie from Stephenie Meyer's book adaption. Good premise but much concern about the drama and the love story. But i still like this movie than Twilight Saga. But, it still has labile character and over dramatic story inside it. But it works (at least, for me)
Ps : I know it dumb but i still like this movie and it better than twilight. So, 2.5 Stars was too bad.

REVIEW + 3D REVIEW - G.I. Joe - Retaliation

G.I. Joe adalah sebuah mainan yang diluncurkan oleh Hasbro. Hollywood pun menjadikannya sebagai ladang uang. Film pertamanya pun sukses di B... thumbnail 1 summary
G.I. Joe adalah sebuah mainan yang diluncurkan oleh Hasbro. Hollywood pun menjadikannya sebagai ladang uang. Film pertamanya pun sukses di Box Office. Tetapi juga sukses mendapatkan berbagai kritikan pedas serta merampok banyak Razzie Awards. Dengan bergantinya kursi sutradara, Jon M. Chu, kali ini G.I. Joe kembali di installment nya yang kedua. apakah akan mengalami kenaikan kualitas?

Tetap menceritakan setelah film pertamanya. kelompok G.I. Joe yang kali ini berusaha sekali lagi untuk menuntaskan kembali tugas kenegaraannya. Tetapi kali ini kelompok ini pun dikhianati sendiri oleh negaranya. Karena presiden mereka sendiri pun disekap oleh Zartan (Arnold Vosloo) dan dirinya pun menyamar menjadi presiden. G.I. Joe pun diserang. Pemimpin mereka Captain Duke (Channing Tatum) tewas ditempat. Roadblock (Dwayne Johnson), Lady Jaye (Adrianne Palicki), dan Flint (D.J. Cotrona) berusaha untuk mencari pelaku yang menyerang G.I. Joe.
http://www.aceshowbiz.com/images/still/g-i-joe-retaliation-image03.jpg
A Little bit better from the story than it predecessor. But, It still bad
G.I. Joe adalah sebuah film adaptasi mainan Hasbro. Sejauh ini, adaptasi dari mainan milik Hasbro pun tak mempunyai cerita yang mumpuni. Contohnya Transformers, Battleship, dan seri pertama G.I. Joe. Film pertamanya pun memang sangat gagal. Hanya saja Box Office berbicara. G.I. Joe pun berhasil menyabet beberapa nominasi piala Razzie Awards, ajang penghargaan film terburuk tahun 2010. Pun begitu dengan filmnya yang kedua ini. Sepertinya menunjuk Jon M. Chu sebagai sutradara sekuelnya juga bukanlah keputusan yang bijak. Jon M. Chu sendiri lebih dominan menangani film-film dengan genre musikal yang cheesy. Lalu di film ini, Jon M. Chu bereksperimen. Apa yang coba Jon M. Chu tawarkan di film ini pun memang akan dibuat lebih serius dan lebih baik. Well, setidaknya memang iya. Apa yang coba ia tawarkan pun sedikit mengalami perkembangan. Sekali lagi hanya sedikit. Tetapi tetap saja semua itu gagal. Semua yang diracik oleh Jon M. Chu pun gagal. Ceritanya pun kosong. Apa yang coba Jon M. Chu tawarkan pun tak bisa dieksekusi dengan baik olehnya dan penulis naskahnya. Bahkan narasi, dialog, serta ceritanya pun dibuat seolah-olah lebih berbobot meski hasilnya pun hanya stupidity beruntun yang akan membuat penontonnya berkali-kali menguap. Beberapa cara penceritaan film ini pun berbuah tak manis. Cara Jon M. Chu mengeksplor berbagai latar belakang Jinx pun sangat cepat sekali serta beberapa kali membingungkan. Adegan yang mungkin harusnya bisa lebih fokus antara Jinx dan Snake Eyes pun diselipi scene Storm Shadow yang sedang melakukan penyembuhan. Well, cara mereka pun tak efisien untuk menggali lebih dalam siapa itu Jinx. Tak hanya Jinx beberapa karakter lainnya pun tak digali lebih lagi. Hingga akhirnya semuanya terasa nanggung. Paruh awal film ini pun sepertinya memberikan performanya yang baik (baik dalam ukuran ini bisa disimpulkan sendiri). Untuk seterusnya, jangan harapkan adanya beberapa cerita yang baik. Bahkan semuanya tidak fokus, berantakan, tak bisa dicerna akal pikiran, stupidity dialogue and scene pun semakin memperparah film ini. Ceritanya begitu tidak fokus pun banyak mengambil alih film ini. Hasilnya beberapa premis menarik (meskipun cliche) pun tak bisa dieksplor lebih banyak lagi. Banyak sekali adegan-adegan yang terkesan menghambur-hamburkan. Semua adegan itu hanya untuk penyesak durasi saja. Pace cerita pun labil. Ditengah-tengah film ini pun sangat cepat dengan penceritaan ala kadarnya. Penyelesaian film ini pun melambat. Hal yang ingin dibilang kompleks pun menjadi membosankan. Tak ada yang bisa menyelamatkan betapa buruknya film ini. Meskipun dalam ukuran aksinya yang akan lebih mendominasi beberapa dari durasinya yang berkisar sekitar 95 Menit ini.
http://4.bp.blogspot.com/-bYQRRQChcss/T5gn84vT9MI/AAAAAAAALAg/TrNXGaF7vWk/s640/G-I-Joe-Retaliation-Exclusive-Theatrical-Trailer.jpg 
 Stop it Hollywood, I Smell another sequel project for this BAD movie
Jon M. Chu tak berbuat banyak oleh filmnya dan tak menyelamatkan film ini dari keseluruhannya. Filmnya yang kedua pun tak begitu memberikan perubahan signifikan. Bahkan entah kenapa saya lebih menyukai installment pertamanya ketimbang yang kedua. Ask why? saya kira Jon M. Chu membuat film ini menyimpang dari segi genre yang ditawarkan di film pertamanya. Film ini pun digubahnya menjadi sebuah film Full-Action yang tak memiliki berbagai alat canggih yang sangat hampa. Mungkin adegan aksi yang diberikan di film ini dikategorikan sangat banyak. Tetapi, entah kenapa semuanya terasa sangat membosankan, kosong, tak mengasyikkan dan sebagainya. Tak ada yang kecantol diotak. Hanya rasa bosan yang menyergap otak dan ingin film ini selesai. Tak ada adegan asik yang ditawarkan semuanya stereotype. Well, hanya adegan aksi di gunung salju yang mungkin akan memberikan sensasi asik yang mendebarkan sisanya? Kosong. Mungkin jika ingin sebagai pencerminan, Fast Five yang mungkin menyimpang dari genre tetapi that was the best sequel from Fast Furious movie. Tetapi buat apa dibandingkan. G.I. Joe kali ini pun tak bisa dibandingkan dengan beberapa film lainnya bahkan dengan film seri pertamanya. Berbeda dengan yang pertama, aksinya lebih mengasyikkan. Permainan CGI di film pertamanya pun sangat banyak dan memanjakan mata. Adegan dengan High Technology yang membuat saya setidaknya betah melihatnya. Di film ini pun Less CGI. Hanya memperlihatkan bagaimana kota London yang hancur lebur dalam beberapa detik yang unmemorable. Well, tak ada yang mengasyikkan dan saya pun tak menaruh ekspektasi yang begitu tinggi di ceritanya. Saya hanya menantikan bagaimana asiknya film ini dalam format 3D dengan banyaknya CGI yang bertebaran layaknya film pertamanya. But, sudah tak menaruh ekpektasi tinggi dan saya pun dikecewakan oleh jarangnya CGI serta Penggunaan format 3D yang tak ada gunanya. Format 3D-nya pun palsu. Tak ada yang bisa dilebih-lebihkan. Cast film ini pun sepertinya juga tak seberapa serius saat bermain di film ini. Hanya saja ada pemanis film aksi yaitu Bruce Willis dan juga Dwayne Johnson yang setidaknya membuat film ini pas untuk adegan aksinya. Serta paras cantik milik Adrianne Palicki yang setidaknya pemanis film ini yang sudah membuat kecewa saya karena less-CGI. 
Overall, G.I. Joe : Retaliation is not important Sequel. It has no significant quality increment. Just a little bit better from it first installment from the story. What makes me more disappointed is the Less CGI thing that this movie did and the 3D was fake. Well, i know which gonna be my worst movie list. 

I will review this movie on 3D and you will know how fake this 3D movie effect. 
Brightness
Kecerahan film ini pun sedikit gelap jika disaksikan dalam format 3D. 

Depth
Depth nya tidak terasa. Apalagi jika setting film ini pun di dalam ruangan. Tak ada yang istimewa dalam tampilan kedalaman filmnya. 

Pop Out
Hampir tak ada. Seharusnya banyak adegan yang lebih bisa menampilkan efek pop out yang pasti akan memanjakan mata tetapi tak dimaksimalkan. Hanya beberapa bagian yang tak istimewa

Well, tak hanya memberikan kualitas film yang buruknya minta ampun. Tetapi, kualitas 3D-nya juga tak memberikan hal yang istimewa. One Package Bad Movie.

Senin, 25 Maret 2013

REVIEW - Argo

Semenjak debut pertamanya di dunia perfilman dan menggawangi sebuah film berjudul "Gone Baby Gone" yang mempunyai kualitas yang ci... thumbnail 1 summary
Semenjak debut pertamanya di dunia perfilman dan menggawangi sebuah film berjudul "Gone Baby Gone" yang mempunyai kualitas yang ciamik. Beberapa film dari Ben Affleck pun cukup membuat orang akan mencintainya seperti The Town. Kali ini, Ben Affleck kembali muncul tak hanya menjadi Sutradara melainkan juga berperan sebagai pemeran utama di film Argo. Bagaimana kualitas film ini?

Menceritakan tentang persengketaan antara negara Amerika Serikat dengan Iran. Saat panas-panasnya, warga Iran mencoba untuk menyerang kedutaan Amerika Serikat di Iran. Ada 6 orang pegawai kedutaan yang berhasil kabur dan menjadi buron di Iran. Tony Mendez (Ben Affleck) adalah anggota CIA yang bertugas untuk bisa membawa pulang 6 orang warga Negara Amerika Serikat dengan selamat. Akhirnya, Tony Mendez menggagaskan ide untuk memproduksi film Palsu untuk menjadi Alibi baginya agar bisa membebaskan keenam orang tersebut. Beberapa orang dikerahkan agar membuat produksi Film Palsu ini pun terkesan nyata.
http://www.aceshowbiz.com/images/still/argo-still07.jpg
Argo as Americans Sweetheart movie with best quality from Affleck
Karir Ben Affleck dalam dunia perfilman bukan hal baru lagi. Tak hanya membintangi beberapa film garapan Hollywood saja. Melainkan juga mengarahkan beberapa film. Karirnya di dunia balik layar pun mendapatkan sorotan khusus. Film-filmnya pun dipuji-puji para kritikus semenjak debutnya menyutradarai film bertajuk Gone Baby Gone. Film selanjutnya dengan judul The Town pun menghasilkan pujian yang tak kalah banyak dari kalangan Kritikus maupun para penontonnya. Dan kali ini Argo pun juga mendapat track record yang sama dan juga menghantarkan film ini menjadi Nominee and The Winner for Best Picture di Oscars 2013. Mengesampingkan film ini mendapatkan sebuah piala di ajang bergengsi. Hasil film ini pun sangat memuaskan bagi saya. Penggarapan yang memang sangat diperhatikan. Sebuah produksi film yang tak hanya mementingkan dari segi perolehan Box Office melainkan juga dari segi kualitas. Dibandingkan dengan semua film-film nominasi Oscar yang lainnya. Argo termasuk salah satu film nominasi Oscar yang mungkin akan gampang disukai oleh para penonton awam. Mungkin, adegan tembak-tembakan yang disajikan di film ini bisa dibilang tidak ada. Tetapi, cerita dengan konsep penyelidikan mungkin akan dengan gampang memikat hati para penonton awam. Cerita penyelidikan dan pembebasan di film ini pun tak hanya sekedarnya saja. Berbagai penceritaan padat tanpa celah yang terus disesalkan di setiap scene demi scene di film ini pun layak di beri dua jempol. Ben Affleck tahu benar mengarahkan filmnya. Penceritaan tentang perencanaan CIA untuk membebaskan keenam orang warga US pun diceritakan dengan gamblang. Tanpa terkesan dipercepat atau diperlambat. Penceritaannya sangat efektif sehingga penonton akan dengan mudah memahami apa yang terjadi di film ini. Film yang mungkin mempunyai potensi untuk membuat para penonton juga akan terbelah layaknya film nominasi Oscar lainnya dikarenakan betapa banyaknya unsur politik yang dikemas di film ini. Well, wacana itupun sepertinya tak berpengaruh bagi film ini. Ben Affleck pun tahu bagaimana mengemas film dengan unsur politik tentang persengketaan Amerika-Iran yang mungkin akan membingungkan bagi beberapa kalangan. Disulapnya menjadi sebuah tontonan seru dan juga berbobot. Naskah milik Chris Terrio ini pun difokuskan kepada bagaimana cerdiknya Kamuflase yang dilakukan oleh Tony Mendez untuk menyelamatkan keenam orang tersebut. Meski dengan beberapa unsur politik yang masuk di dalam film ini. Tetapi, hal tersebut mempunyai porsi yang pas sehingga tak berkesan bertele-tele
http://images.tweaktown.com/content/5/2/5272_3_argo_2012_blu_ray_movie_review_full.jpg 
Argo is not the Best Bad Idea that Hollywood ever had
10 Menit awal film yang menceritakan awal mula konflik Amerika-Iran pun tergambarkan dengan baik. Semuapun diceritakan dengan Narasi yang cerdas dan pembawaan yang mengasyikkan. Diselipi pula beberapa Footage asli dari kejadian jaman dahulu saat sengketa Amerika-Iran terjadi. Hal itu pun semakin menambah esensi film ini diawal. Film ini pun sebuah pakem yang sangat luar biasa. Cerita yang beberapa kali terkesan serius pun setidaknya diberi sebagian momennya untuk setidaknya melunturkan ketegangan-ketegangan yang terjadi di film ini. Humor-humornya yang cerdas disampaikan dengan baik. Sindiran-sindiran tajam yang mungkin ditujukan kepada Pemerintah US pun juga tersampaikan dengan baik dan juga cerdas. Jalinan cerita difilm ini pun dengan baik dibawa oleh Ben Affleck. Perlahan-lahan tensi ketegangan film ini pun semakin naik sedikit demi sedikit hingga akhirnya mencapai puncak klimaks yang sangat mendebarkan. Saya pun tak mau sedikitpun tertinggal beberapa detik saja. Mata saya selalu memandang layar lebar dengan sangat konsentrasi. Pun begitu dengan editing yang digarap di film Argo ini. Tak ada sedikitpun adegan di film ini yang tidak penting. Semuanya terangkum dan dikemas rapi sehingga semua ceritanya pun efektif. Beruntunglah editing film ini pun semakin mendukung apa yang mereka coba untuk diceritakan kepada penontonnya. Semua editing yang efektif itu pun semakin membuat penontonnya tercekat, tegang, dan ikut merasakan apa yang terjadi film ini. Ben Affleck sendiri sepertinya lebih menyukai menggawangi beberapa film Drama Crime-Thriller. Terlihat dari film Gone Baby Gone dan juga The Town. Argo menjadi sebuah pencapaian luar biasa bagi Ben Affleck yang notabene baru di dunia balik layar. Argo pun menjadi sebuah motion picture yang sangat memorable bagi saya dan tak salah jika nominasi Best Picture 2013 pun disematkan kepada film ini. Untuk para cast-nya Sepertinya memang beberapa pointnya berada di center characternya yaitu Tony Mendez yang diperankan oleh Ben Affleck. Screening Time Affleck pun lebih banyak ketimbang yang lainnya. Dia pun bermain total dan berhasil menjadi seorang anggota CIA yang mencoba tenang saat dalam posisi apapun. But, pemain pendukungnya John Goodman serta Alan Arkin yang berperan sebagai John Chambers serta Lester pun memikat saya. Akting "slengekan"nya pun memorable. Argo pun mempunyai sebuah penataan film yang mengesankan. Bagaimana tergambarkan jelas tata kota tahun 1980-an yang tergambarkan jelas di film ini. 
Overall, Argo is the best movie on 2012. Well, this movie will be compatible for common audience but it will be the most beautiful, thrilling, extremely entertaining, and mind-blowing movie which will impressed you at all. The Best Picture of 2012 goes to Argo its a great choice. Standing Ovation for you Affleck. This is your Best Movie that you ever made. 

Kamis, 21 Maret 2013

REVIEW + 3D REVIEW - The Croods

Dreamworks sekali lagi meluncurkan sebuah film Animasi. Dreamworks sering memberikan sebuah film Animasi yang juga memberikan kualitas yang ... thumbnail 1 summary
Dreamworks sekali lagi meluncurkan sebuah film Animasi. Dreamworks sering memberikan sebuah film Animasi yang juga memberikan kualitas yang bagus. Contohnya How To Train Your Dragon yang unforgettable itu. Kali ini dari sutradara How To Train Your Dragon, Chris Sanders sekali lagi menggawangi sebuah film dengan tema zaman purba dengan judul The Croods. Bagaimana dengan kualitasnya?

Menceritakan tentang seorang gadis yang ingin keluar mengikuti cahaya bernama Eep (Emma Stone) dia bertemu dengan seorang pria bernama Guy (Ryan Reynolds). Saat gua tempat keluarga Eep bernama Keluarga Croods harus hancur. Mereka harus mencari tempat baru untuk tempat tinggal. Grug (Nicholas Cage), Ayah Eep mencoba untuk memimpin perjalanan mereka. Tetapi malah Guy yang dipercaya menjadi pemimpin perjalanan karena tindakannya yang menggunakan otak. Grug pun mulai tersudut, dia pun mencoba untuk memberikan sebuah tindakan yang menggunakan otak meski beberapa banyak gagal. Hingga suatu ketika, Tempat mereka pun mulai runtuh membentuk sebuah dunia baru.
http://www.flicksandbits.com/wp-content/uploads/2013/03/the-croods-eep-guy.jpg 
 Cliche and predictable concept with a great execution from Sanders
Tanpa memberikan patokan dan menekan ekpektasi serendah-rendahnya, tak disangka The Croods tampil mengejutkan ketika film ini mulai bergulir. The Croods berhasil menyajikan sebuah kisah yang menghibur tanpa kesan norak ataupun menggunakan formula cerita yang kekanak-kanakan. The Croods mempunyai ide yang sebenarnya original tetapi penggunaan konsep cerita yang diusung kelewat cliche and predictable. But, Chris Sanders know how to treat this formula. Well, konsep usang nan berdebu itu dikemasnya lagi menjadi sebuah packaging yang pas dimana cerita ini akan enjoyable bagi berbagai kalangan. Tak hanya kalangan anak-anak saja yang akan menikmati suguhan animasinya tetapi juga orang dewasa juga akan menikmati sajian cerita yang cukup bisa dibilang mempunyai konsep yang fresh. Saat pertama kali poster teaser film ini sudah mulai bermunculan. Entah, tak ada sesuatu yang menarik yang akan di presentasikan oleh film ini. Dengan trailer yang sudah bisa dilihat, Well, setidaknya mungkin film ini akan memberikan animasi yang setidaknya tak akan buruk. Film ini pun memberikan suguhan yang akan menarik. Dimana film ini menceritakan tentang orang-orang gua yang hidup jauh dari kesan modern dan memang tak pernah menggunakan otaknya dalam mengambil tindakan dan akhirnya mereka bertemu dengan seseorang yang jauh berbeda dengannya. Mereka pun mulai beradaptasi. Tak hanya menggunakan kekuatannya atau "okol" (dalam bahasa jawanya) saja dalam bertindak akhirnya mereka pun mencoba perlahan-lahan menggunakan otaknya perlahan-lahan. Disinilah beberapa ide orisinil yang coba dituangkan oleh Chris Sanders di dalam film teranyarnya ini. Menceritakan asal muasal seorang manusia dari awalnya hanya insan yang tinggal didalam gua dan hanya mengikuti hukum alam yang berlaku sejak dulu dan digunakannya hingga lama. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah kehidupan yang layak, menggunakan otak, sehingga menelurkan sebuah gagasan-gagasan yang menakjubkan dan menjadi sebuah asal muasal sebuah benda. Contohnya di film ini, dimana Grug menciptakan sebuah produk dari Batu yang bisa mengambil sebuah gambar dan bisa disimpan. Sebuah asal muasal nyeleneh yang diceritakan di film ini yang juga relevan dengan dunia nyata dimana sekarang ada sebuah benda untuk mengambil gambar bernama Kamera.

http://movies.infoonlinepages.com/wp-content/uploads/2013/02/the-croods-pic.jpg 
 I mean this is the primeval version of 'Brave'. Touchy, Fun, and Sweet in one package movie.
Mengambil center character seorang perempuan yang ingin bebas. Sedikit mengingatkan saya dengan film animasi milik Disney Pixar dengan judul Brave. Seorang perempuan yang memberontak ingin bebas meski kali ini dalam The Croods, seorang gadis ini harus berhadapan dengan ayahnya dalam hal break the rule. Beberapa penceritaan yang brilian pun digamblangkan dengan jelas di film ini. Cerita film ini juga memberikan beberapa joke cerdas dengan penyampaian yang gamblang dan yakin akan memecah tawa seisi studio. Berbagai ulah primitif yang bodoh dikemas tanpa terkesan memaksa dan melahirkan beberapa joke segar yang jelas mengasyikkan. Tak selalu memberikan joke-joke yang memancing tawa. Sisi sentimentil penonton juga akan ikut dicolek di film ini. Jalinan balada kisah anak-ayah yang disajikan di film ini juga cukup menyentuh penontonnya. Chris Sanders selalu tahu bagaimana membawakan kisah yang sentimentil dalam sebuah Animation Picture yang megah seperti yang ia lakukan dalam filmnya yang lama yaitu How To Train Your Dragon. Kisahnya yang menyentuh tentang seorang ayah. Ayah yang bertindak tegas kepada anaknya.. Seorang Ayah pasti akan tahu benar apa yang baik untuk anak-anaknya, khusunya anak perempuannya. Lalu dalam segi kualitas animasi. Well, The Croods is very Dreamworks. Beberapa karakternya pun sangat mempunyai penggambaran yang komikal dan sangat khas Dreamworks. Berbeda dengan Pixar yang mempunyai karakter lebih ke real world. But, we cant compare Dreamworks with Pixar. Dreamworks and Pixar have their own identity. Dreamworks sangat berani bermain-main dengan warnanya. Tak kaget. Rise Of The Guardians yang juga keluaran Dreamworks juga suka bermain warna. Begitu pula dengan The Croods. Beberapa visual dunia primitif yang penuh batu yang indah juga transisi setting ke dunia yang dia temui setelah beberapa batuan hancur juga divisualisasikan dengan menawan. Warna-warna mencolok mata yang indah dan tak akan membuat kita berpaling dari layar. Ditambah lagi dengan visualisasi 3Dnya yang bisa dikatakan bagus. The Voice for the character in this movie use some well-know actor and actress. Grug diisi oleh Nicolas Cage yang pas menjadi seorang Grug yang keras kepala. Eep's voice from Emma Stone. I love Emma Stone. Her Voice very has special characteristic. Disini pun sepertinya Emma Stone mengeksplor dirinya secara gila-gilaan karena menjelma sebagai sosok manusia batu. Ryan Reynolds sebagai Guy pun juga tergolong pas. Well, karakter sampingan film ini pun tak luput dari perhatian saya. Seperti Belt yang juga tindakannya mengundang tawa. Begitu pula dengan Major Catt-titude, Chunky. Seekor macan yang mempunyai wajah sangat adorable. 
Overall, The Croods is an animation movies with cliche and predictable story concept. But surprisingly, it change into some original and fresh animation movie to open this year. The story isnt just for having fun. But some Touchy moment about our dad its a bold point for us to learn, how much dad love us. Well done.
How's The 3D of this is it worth it for your every penny spent? Lets check it here 
Brightness 
Kecerahan film ini tergolong cukup gelap. Terutama saat film ini berada di setting di dalam gua ataupun pada malam hari. Meski kecerahan film ini masih lebih cerah ketimbang Jack The Giant Slayer
Depth
Bisa dikatakan kedalaman film ini dalam format 3D cukup mengesankan. Beberapa setting film ini terasa nyata di mata. Meski terkadang efek Depthnya tak seberapa kentara. 
Pop Out 

Yes, untuk penonton 3D awam pasti akan menunggu-nunggu efek satu ini. Efek pop out nya begitu nyata. Selalu berinteraksi dengan baik terhadap penontonnya. Film ini pun sama sekali tak terhambat dengan subtitlenya. Terasa sekali. 
Bukan hanya memberikan sebuah sajian animasi yang surprisingly entertaining which is very very good. 3D di film ini pun digunakan dengan baik meski tingkat kecerahan yang masih bisa dimaklumi oleh film ini. Well, Watch this movie in 3D and every penny spent was very worth it.

Senin, 18 Maret 2013

REVIEW - Lincoln

Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika Serikat yang sangat terkenal. Sudah banyak film yang juga menceritakan tentang presiden Amerika ini.... thumbnail 1 summary
Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika Serikat yang sangat terkenal. Sudah banyak film yang juga menceritakan tentang presiden Amerika ini. Termasuk sebuah film yang melencengkan sejarahnya di film Abraham Lincoln : Vampire Hunter yang juga mempunyai kualitas yang melenceng. Kali ini di tangan Sutradara ternama Steven Spielberg, sejarah itu disajikan di dalam sebuah Motion Picture dengan judul Lincoln. bagaimana dengan kualitasnya ?
Menceritakan tentang ditahun 1800an, Negara Amerika Serikat sedang berada dibawah pimpinan Presiden Abraham Lincoln (Daniel Day-Lewis). Pada saat kepemimpinannya itu, negara Amerika Serikat sedang berada dalam kesulitan karena banyak sekali Perang Saudara terjadi. Akhirnya untung mengakhiri perang tersebut, Abraham Lincoln membuat suatu Amandemen yang menyatakan untuk menghentikan Perang, menghentikan perbudakan, serta persamaan derajat antara kaum ras putih dengan kaum ras berwarna di Amerika. Amandemen rancangan Lincoln ini pun mengundang banyak respon dari para kongres. Ada yang pro dan tak sedikit yang juga Kontra dengan rancangan Amandemen itu.
http://graphics8.nytimes.com/images/2012/11/09/arts/09lincoln-span/09lincoln-span-articleLarge.jpg 
Spielberg's great job. Powerful Lincoln historical story with some political language inside the movie.
Sebuah negara memang mempunyai beberapa Presiden yang memang mempunyai kinerja yang paling mencolok dan mempunyai latar historical yang bagus. Abraham Lincoln adalah salah satu Presiden Amerika yang namanya sering muncul dibeberapa hal dan salah satunya adalah di sebuah film. Abraham Lincoln terkenal karena rancangan Undang-undangnya yang menyetarakan antara Ras kulit putih dengan Ras kulit berwarna di Amerika Serikat. Dan inilah yang coba diangkat oleh Steven Spielberg. Lincoln pun tampil dengan performa gemilang antara drama biografi, sejarah, serta politik yang bergabung menjadi satu kesatuan cerita yang kuat, padat dan tanpa celah. Sekali lagi, membuat film Biografi memang sesuatu yang susah. Karena ada beberapa hal yang mungkin akan menjadi sebuah kesulitan jika tersajikan di dalam sebuah Motion Picture. Pertama yaitu beberapa penceritaan yang mungkin akan terasa dipercepat dan yang kedua adalah bagaimana presentasi dari seorang Sutradara tersebut dalam mengolah sejarah yang membingungkan itu menjadi sebuah sajian yang menghibur dan berkualitas. Well, Spielberg doing a great job. Spielberg benar-benar bisa mengangkat sebuah bagian dari sebuah buku sejarah dan yang diambil adalah sejarah dari seorang presiden Amerika, Abraham Lincoln. Film ini pun terkelola dengan baik. Naskah film ini sangat diperhatikan sehingga point-point sejarah di film ini pun tertuturkan dengan baik tanpa ada hal yang dirasa melambat atau dipercepat. Dengan durasi sekitar 145 menit, semua tergambarkan bagaimana Amandemen 13 tentang Rasisme ini diperjuangkan. Bagaimana Lincoln memperjuangkan Amandemen itu agar memicu Perang Saudara berakhir serta menceritakan sisi lain dari kehidupan Abraham Lincoln bukan segi kehidupan politiknya tetapi segi kehidupannya bersama dengan Istri dan anak-anaknya. Memperlihatkan sesosok presiden Abraham Lincoln yang ramah terhadap warganya. Gemar membagikan ceritanya, pengalamannya. Serta menggambarkan sesosok Lincoln yang tegas dan bisa meyakinkan para anggota kongres yang mulai berubah pikiran akan Amandemennya. Durasi panjang itu pun tak membuat beberapa cerita di film ini menjadi overexposed hingga akhirnya membuat cerita di film terkesan bertele-tele. Tetapi, semua itu dimanfaatkan oleh Spielberg, dirangkai menjadi sebuah Cerita sejarah yang akan membuat kita larut kedalamnya tanpa akan merasakan penceritaan yang membosankan dari sejarah Abraham Lincoln sendiri. Cerita sejarah yang mungkin akan membuat film ini jauh dari kata menyenangkan diubah oleh Steven Spielberg menjadi sebuah sajian seru dari masa lalu yang juga akan menambah wawasan kita tentang presiden Amerika, Abraham Lincoln. Kita akan tahu apa yang telah diperbuat oleh Abraham Lincoln hingga akhirnya dia dikenang sampai saat ini. Perjuangannya saat memperjuangkan kesetaraan Kulit Ras putih dan Ras hitam memang patut dihargai. Hingga akhirnya Lincoln dibunuh disebuah teater.
http://i.i.com.com/cnwk.1d/i/tim/2012/11/09/AP740006339194_620x350.jpg 
Dont ever try compare this "Lincoln" movie with another Lincoln movie with theme Vampire Slayer. 
Sebuah presentasi yang sangat bagus yang mungkin menancap di otak dan sulit untuk melupakannya. Cerita sejarah itu disampaikan dengan begitu kuatnya dan jauh dari kesan membosankan. Beberapa unsur politik pun terjabarkan dengan baik meski bagi beberapa penonton mungkin akan sedikit kebingungan dengan istilah-istilah politik yang disampaikan di film ini. Beberapa intrik politik yang dimasukkan ke film ini dan lebih difokuskan kepada proses memperjuangkan Amandemen ke-13 ini pun disajikan dengan mendetail. Juga menjelaskan bagaimana suasana ruang sidang ketika harus dihadapkan dengan rancangan Amandemen yang menimbulkan pro kontra ini dengan mengasyikkan. Film ini pun juga akan membagi penontonnya sebenarnya. Film ini tak akan compatible untuk segala kalangan. Film ini memang dikhususkan bagi orang yang suka dengan film bertemakan Biografi, drama dengan unsur politik. Karena dari awal hingga akhir film tak tersajikan satu pun adegan aksi yang  menghiasi film ini. Hanya akan disajikan beberapa dialog cerdas tentang politik dengan Narasi sejarah yang kuat dari awal hingga akhir film ini diputar. Juga dengan penyajian tata sinematografi dan visual yang menawan. Well, penampilan epic Lincoln pun tak lepas dari penampilan Cast yang memberikan performanya yang luar biasa. Abraham Lincoln diperankan oleh aktor bernama Daniel Day-Lewis. Dia memberikan sebuah performa yang kuat. Menggambarkan sesosok Lincoln yang sangat bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Menampilkan karakter Lincoln yang akan terasa real  dan mempunyai wajah yang sama dengan Lincoln aslinya. Begitupun dengan Sally Field yang memerankan Istri Lincoln. Mary Todd Lincoln diperankannya dengan kuat. Tergambarkan dengan jelas bagaimana depresinya Mary Todd Lincoln saat kehilangan anaknya dalam peperangan. Sally Field pun mengekspresikannya dengan bagus sehingga dia memang terlihat sangat terpukul saat kehilangan anaknya. Beberapa peran pendukung seperti Joseph Gordon-Levitt yang berperan sebagai anak dari Lincoln, Robert Lincoln juga bisa mencuri perhatian meski screening time-nya sedikit. Serta Tommy Lee Jones yang berperan sebagai Thaddeus Stevens yang juga meyakinkan. Dan jangan lupakan Cameo dari Dane DeHaan yang bermain di film Chronicle yang juga ikut tampil di film ini. Jika banyak yang bertanya apakah ini adalah lanjutan dari film Lincoln dengan tema pemburu vampir itu? JELAS TIDAK. Jangan sesekali mencoba untuk membandingkan "Lincoln" dengan film lain yang bertemakan pemburu vampir itu. Karena jelas Lincoln mempunyai kualitas yang jauh lebih bagus ketimbang film Abraham Lincoln lainnya. Lincoln ini memang menceritakan sejarah Abraham Lincoln dan bukan malah mengobrak abrik sejarah milik Lincoln. 
Overall, Lincoln is Movie about United States President in 19th Century with complete package about History and Biography about him. Powerful story with some political language presentation but it does not make this movie kind of boring one. Well Done Steven Spielberg. 

Kamis, 14 Maret 2013

REVIEW + 3D REVIEW - Oz The Great And The Powerful

Film fantasi The Wizard Of OZ memang sangat melegenda. Kali ini, Disney mencoba untuk mengambil kesempatan atas film tersebut. Maka dari itu... thumbnail 1 summary
Film fantasi The Wizard Of OZ memang sangat melegenda. Kali ini, Disney mencoba untuk mengambil kesempatan atas film tersebut. Maka dari itu, Disney membuat sebuah prekuel dari film The Wizard Of OZ. Dengan digawangi oleh Sam Raimi yang berhasil di film-filmnya. Apakah Oz The Great And The Powerful juga akan berhasil? Atau hanya sebuah interpretasi yang gagal?

Menceritakan seorang pesulap bernama Oscar Diggs (James Franco) yang terbawa angin topan masuk ke dalam dunia Oz. Dia bertemu dengan Theodora (Mila Kunis) penyihir baik di dunia itu. Menurut ramalan di dunia Oz, akan ada seorang penyihir yang akan membantu membunuh si Penyihir Jahat. Theodora mempunyai seorang kakak bernama Evanora (Rachel Weisz). Oscar pun menyanggupi perintah Evanora yang menyuruhnya membunuh penyihir jahat karena terlena oleh harta yang didapatkannya. Ternyata yang disangka penyihir jahat adalah Glinda (Michelle Williams) yang ternyata hanya di fitnah oleh Evanora. Glinda dituduh meracuni ayahnya sendiri.
http://www.anonlineuniverse.com/wp-content/uploads/2013/02/Oz-The-Great-and-Powerful-3.jpg 
Oz, Very Powerful And Great For 10-years old kid. For Adult? A Little bit entertaining.  
Sudah lama saya menantikan film ini dan akhirnya saya tonton juga. Beberapa ekspektasi tinggi saya tancapkan saat menonton trailer film ini karena perpaduan warna yang bagus di beberapa scene-nya dan juga sebuah tampilan layaknya Alice In Wonderland. Meski biasanya Tim Burton yang tau menangani film dengan tema seperti ini. Tetapi kali ini Sam Raimi yang menangani film ini. Jam terbang Sam Raimi memang tak bisa diremehkan lagi. Trilogy Spiderman yang digarap dengan epic juga menjadi pertimbangan saya dan semakin menunggu-nunggu film ini. But after I watch this movie, I have two side opinion here. Well, this movie have childish story. Cerita yang film ini yang lebih ditujukan kepada anak-anak sehingga beberapa adegan aksi dan petualangan yang saya harapkan di film ini pun terasa kurang. Dengan durasi sekitar 125 Menit, ada beberapa penceritaan yang memang cliche, cheesy and childish. Film ini menjadi sebuah Prekuel dari The Wizard Of OZ yang sama sekali tidak mengambil cerita dari novel seri The Wizard Of Oz. Pertarungan antara si baik dan si jahat tetap menghiasi cerita ini karena memang inti cerita yang seperti itu. Jalan cerita film ini yang bisa membuat siapapun tahu apa yang akan terjadi selanjutnya berjalan apa adanya, mungkin dengan beberapa polesan yang tak sedikit meninggalkan goresan bagi penontonnya. At least, Cerita yang monoton dan predictable itu setidaknya diberi sedikit Twist yang mungkin akan memberikan nafas segar bagi penonton dewasa yang mungkin merasa film ini kurang diberikan suntikan cerita alternatif. Tetapi sayang, beberapa Twist itu disampaikan dengan begitu cepat. Alhasil penyampaian cerita itu terkesan kurang tergali dan it just happening. Diawal mungkin sebuah premis cerita yang menjanjikan tentang seorang Oscar Diggs sudah berhasil tersajikan dengan baik. Latar belakang seorang Oscar Diggs sudah cukup tergali dengan penggunaan aspect ratio 1:37:1 dengan tone color black and white untuk 15 menit awal film ini yang semakin memperkuat jalinan cerita untuk pembuka film ini. Lalu bertransisi masuk ke dalam dunia Oz dan kembali menggunakan aspect ratio yang standar digunakan 2:39:1 dan menggambarkan dunia Oz yang penuh warna. Tetapi semua cerita yang bertemakan anak-anak sebenarnya bagus bagi Disney yang notabene adalah production house movie yang sering membuat film untuk anak-anak. Setidaknya ini seperti nostalgia bagi Disney untuk bekerja sesuai pakemnya dulu. Membuat sajian cerita anak-anak yang magical, fun, with much fairytale taste.
http://nerdreactor.com/wp-content/uploads/2013/02/oz-great-and-powerful.jpg 
"Alice In Wonderland" Vision but more colorful and little bit fake
Dunia OZ di film ini pun digambarkan hampir sama dengan dunia Wonderland milik Alice. Hanya saja Raimi berani memberikan warna yang lebih ceria (berlebihan malah) untuk dunia Oz. Warna-warna mencolok yang dipadu padankan rasanya berlebihan dan saling bertabrakan sehingga beberapa kali bikin pusing saat melihatnya. Dunia OZ digambarkan dengan taste yang anak-anak sekali. Lalu yang tak disangka, beberapa CGI yang mungkin sengaja dibuat agar terlihat kasar di film ini. Mungkin untuk memberikan tribute untuk film The Wizard Of OZ. Akhirnya Raimi memutuskan untuk beberapa kali memberikan CGI yang mungkin akan terkesan klasik tetapi akan terlihat sedikit menggelikan untuk disaksikan di tahun 2013 ini. Raimi mungkin juga tak salah ambil jalan sebenarnya. Untuk menjaga rasa nostalgia bagi para pecinta The Wizard Of Oz, mungkin itulah kenapa Raimi memberikan CGI yang sedikit seperti palsu dan memang rasa klasik itu masih terasa di film ini. Tetapi bagi penonton yang tak pernah menonton The Wizard Of Oz? It does not work. It still look like ridiculous. Penonton akan dengan mudah tahu bahwa semua dunia Oz itu hanyalah sebuah Studio dengan Green screen yang besar dipoles menjadi sebuah Dunia Oz penuh warna mencolok itu. Lalu beberapa kolaborasi antara Animasi dengan manusia yang terlihat cukup kaku. Seperti tokoh Girl-from-ceramics-thing (lupa namanya) itu juga terlihat palsu karena cara pemainnya yang cukup kaku saat berinteraksi dengan makhluk fiksi itu. Dengan konsep cerita yang cliche, story about evil versus good ini di sajikan dengan durasi yang cukup panjang. Beberapa cerita yang mungkin lebih bisa dipadatkan lagi ternyata dipanjang-lebarkan sehingga sedikit membosankan. Dengan penceritaan yang bertele-tele itu, sebuah penyelesaian film ini menjadi terasa disesal-sesalkan agar tidak menyisakan beberapa tanya. Akhirnya ritme film ini menjadi kacau balau di paruh akhir dan serasa segera ingin mengakhiri film ini yang mungkin dengan gampang ditebak akhirnya. Tetapi beruntung sekali, Joke-joke yang disajikan di film ini mengena dan membuat tawa yang cukup renyah dan menyelamatkan penonton dewasa yang sudah kebosanan dengan film ini. Tetapi menurut saya, film ini selangkah lebih maju ketimbang Alice In Wonderland versi Tim Burton. Oz The Great And The Powerful setidaknya memberikan cerita yang juga cukup seru dan menyenangnkan daripada Alice In Wonderland. Meski sebenarnya dua film itu satu tipe (Alice In Wonderland meski begitu masuk Guilty Pleasure saya). Para pemain di film ini pun rasanya juga kurang bermain dengan epic. Lihatlah betapa kaku dan konyolnya James Franco saat memerankan sesosok Oscar Diggs yang mempunyai sifat yang unik. Rasanya masih kurang pantas saja. Mila Kunis, Rachel Weisz, serta Michelle Williams yang bermain biasa saja layaknya bersenang-senang dan beruntung mereka bertiga menjadi 3 Penyihir yang juga berperan sebagai pemanis film ini.
Well, Oz The Great And The Powerful adalah sebuah film fiksi fantasi yang mungkin lebih ditujukan untuk anak-anak. Untuk orang dewasa, mungkin hanya beberapa bagian saja yang akan menghibur. Sam Raimi too much playing safe and this less exploration from him. But yeah, This movie still my Guilty Pleasure
Bagaimana dengan Kualitas 3D film ini? Is it worth for every penny spent for this? 
Brightness
Kecerahan film ini yang bagus sehingga gambar film ini tak terlihat gelap dan tidak membuat para penontonnya akan lelah mengikuti film ini karena gambar yang gelap 
Depth 
Sejak awal dengan aspect ratio 1:37:1 dengan tone color black&White, film ini sudah memberikan sebuah kedalaman yang fantastis hingga akhirnya bertransisi ke aspect ratio 2:39:1 yang ternyata semakin mendukung kualitas depth film ini. Rasanya seperti kita melihat langsung sebuah kejadian dari sebuah jendela.
Pop Out
Adegan pop out di beberapa scene film ini memang banyak sekali. Dan semuanya fantastis. Semuanya benar-benar berinteraksi dengan penontonnya meski ada beberapa bagian yang sedikit tidak terasa. Tetapi, pop out yang diberikan benar-benar terasa. 

Meski dari segi kualitas film ini terasa kurang. Tetapi beberapa efek 3D film ini setidaknya akan memulihkan rasa kekecewaan anda terhadap film ini. Dan uang kita tak terbuang sia-sia. World of Oz vision more Great And Powerful if you watch it on 3D.

Selasa, 12 Maret 2013

REVIEW + 3D REVIEW - Jack The Giant Slayer

Bryan Singer yang sudah terpercaya dalam seri film X-Men. Kali ini dia mencoba untuk mengarahkan sebuah film another Childhood Fairytale the... thumbnail 1 summary
Bryan Singer yang sudah terpercaya dalam seri film X-Men. Kali ini dia mencoba untuk mengarahkan sebuah film another Childhood Fairytale theme yang dibikin lebih dewasa. Kali ini giliran cerita anak-anak Jack and the Beanstalk di remake menjadi sebuah film dengan judul Jack The Giant Slayer. Apakah kualitas film ini sama dengan tema sejenis? atau jam terbang Bryan Singer bisa dipertanggungjawabkan?
Menceritakan tentang seorang anak petani bernama Jack (Nicholas Hoult) yang berusaha hidup dalam kemiskinannya. Hingga suatu saat dia bertemu dengan seorang Biarawan yang mencuri beberapa biji ajaib dari seorang bernama Roderick (Stanley Tucci). Saat malam, seorang putri bernama Isabelle (Eleanor Thomilson) datang dirumah Jack dan berteduh. Pada malam itu, biji ajaib dari seorang Biarawan itu terkena air hujan sehingga biji tersebut tumbuh dan menjadi portal antara dunia manusia dan dunia para raksasa. Isabelle pun disekap oleh para Giant. Jack pun menjadikan dirinya sebagai Relawan dibantu oleh tentara kerajaan milik ayah Isabelle, Elmont (Ewan McGregor) mereka pun masuk ke dunia Giant untuk menyelamatkan Putri Isabelle.
http://www.hollywoodreporter.com/sites/default/files/imagecache/thumbnail_570x321/2012/11/jack_the_giant_slayer_a_l.jpg 

Even Bryan Singer cant save the Darker theme of Childhood Fairytale story. 
entah ini seperti sebuah kutukan bagi orang-orang yang ingin mengubah atau remake ataupun mendewasakan sebuah cerita dongeng anak-anak. Sehingga tak ada satupun dari film besutan dengan tema seperti ini yang sukses secara kualitasnya. Bahkan Sutradara yang bisa dibilang Sutradara Handal, Bryan Singer pun tak bisa menyelamatkan film dengan tema seperti ini. Setelah Alice In Wonderland, Red Riding Hood, Snow White & The Huntsman, serta yang baru-baru ini Hansel & Gretel The Witch Hunters tak mampu menyajikan sebuah cerita dengan kualitas yang bagus. Yap, film-film diataas hanya memberikan sesuatu hiburan yang memang tak seberapa diperhatikan dan hanya untuk sekedar bersenang-senang. And yeah, Jack The Giant Slayer menjadi satu dari mereka. Jack The Giant Slayer pun dikemas dengan beberapa package yang bisa menarik perhatian penonton (Termasuk nama Bryan Singer didalamnya) tetapi setelah menyaksikannya. Sepertinya beberapa bungkus luar yang bisa mematok ekspektasi penonton menjadi naik, tiba-tiba semua package luar itu hanya pemanis, karena di dalam film ini sebenarnya hanya beberapa kumpulan adegan untuk senang-senang belaka. Tetapi, tak semua film ini menyenangkan. Beberapa penceritaan terkadang terkesan kacau balau. Kurang menggali beberapa karakter di film ini. Dengan durasi sekitar 110 Menit rasanya masih ada beberapa celah untuk mengisi beberapa pendalaman karakter film ini. Dengan durasi sekitar 110 Menit, rasanya film ini terkesan sangat panjang. Paruh awal film yang bisa dikatakan mempunyai alur yang begitu lambat. Beberapa penceritaan yang bisa dikatakan bisa di skip pun rasanya masih bisa. Lalu, Penceritaan beberapa karakter yang menyesaki layar di film ini pun sepertinya kurang diceritakan dengan baik. Jadinya kadangkala beberapa cerita jadi tidak fokus dan berantakan. Contohnya saat menceritakan 4 tokoh di tempat yang berbeda dengan kalimat yang berantai. Penceritaannya yang kurang ditata akhirnya membuat penonton sekali lagi mencoba mencerna beberapa hal yang terasa berantakan itu. Ditambah dengan editing yang kurang bagus dan malah membuat beberapa scene di film ini terasa overused dan menyesaki durasi.
http://zayzay.com/testsite/http://www.zayzay.com/testsite/wp-content/uploads/2012/11/Capture-Jack-the-giant-slayer.jpg
He "accidentally" killed the giant. But he get the title "Giant Slayer"
Sound ridiculous but true, Jack disini mendapatkan julukan yang overrated menurut saya. Kenapa? karena menurut saya, Jack hanya beberapa kali beruntung dan cerdik saat membunuh Giant di film ini. Well, Seingat saya hanya 2 Giant yang dia bunuh. Fallon dan Giant yang "suka memasak" itu. Sebuah judul yang menurut saya begitu berlebihan. Jika Hansel & Gretel The Witch Hunters mungkin masuk akal. Karena banyak sekali Witches yang dibunuh. But, Jack The Giant Slayer i mean it totally not based on the title. Well, maybe it must be changed into Jack And The Giants or Jack in The Giants World. Kembali ke segi naskah film ini, Naskah film ini sepertinya kurang mendapat perhatian. Well, beberapa penceritaan yang lambat hingga akhirnya mungkin kembali normal. Pada suatu ketika, tiba-tiba di tengah memberikan sebuah penceritaan yang mungkin membuat saya berpikir filmnya akan segera berakhir. Sebuah pemberian klimaks yang saya rasa masih nanggung hingga akhirnya tak memberikan sebuah "greget" yang bagus membuat JTGS ini saya rasa kurang bagus dibanding Snow White And The Huntsman ataupun Hansel & Gretel The Witch Hunters. Semuanya dikisahkan terlalu panjang, boring, tanpa greget dan hanya beberapa bagian film ini saja yang mungkin akan menghibur saya. Karena jika anda menantikan banyaknya adegan aksi di film ini, mungkin anda salah. Karena menurut saya jalinan cerita fantasi ini minim aksi. Hanya paruh akhir film yang membuat saya terhibur. Karena pertarungan antara Giants dengan Human yang penuh aksi dan beberapa adegan gore halus (sekali) yang disesuaikan dengan ratingnya yang PG-13 yang bisa menyelamatkan keutuhan film ini dari awal hingga akhir. Para jajaran cast yang bermain di film ini pun setidaknya bermain dengan mengasyikkan. Ewan McGregor, Stanley Tucci, serta Nicholas Hoult yang bermain di film ini pun seperti ajang untuk mencari keasyikkan saja. Meski begitu mereka juga menjadi pemanis di film ini. Meski, karakter Jack yang diperankan oleh Nicholas Hoult masih menyisakan bekas di pikiran saya saat di menjadi sesosok Zombie di Warm Bodies. Nicholas Hoult lebih memorable memerankan seorang zombie itu. Efek CGI yang sepertinya kurang di asah dan entah kenapa saya menantikan beberapa warna menarik dari posternya di film ini. Tetapi, warna-warna itu kurang diolah jadi tampilan dunia Giants yang saya harapkan tampil menarik pun terkesan tidak ada. Terlebih kecerahan film ini saat disaksikan di format 3D yang terlalu gelap membuat mata saya lelah. Lalu gambaran seorang Giants yang saya rasa kurang "garang dan menakutkan" itu pun membuat greget film ini semakin berkurang. 
Overall, Jack The Giant Slayer adalah another interpretation about childhood fairytale story and another failure from hollywood. Fun thing become boring because the long duration. Mungkin jika film ini diminimkan akan menjadi asik layaknya Hansel & Gretel The Witch Hunters. But, its no. 
Well, even the story isnt worth it. How about the 3D? Is it worth it ? 
Brightness
Kecerahan film ini menjadi sangat gelap saat di konversi menjadi format 3D. Banyak adegan di film ini dengan setting malam hari yang akhirnya malah membuat gambar film ini kurang jelas. Bagi saya yang juga penikmat film berformat 3D merasakan kelelahan saat menonton film ini.

Depth 
Beruntung kedalaman film 3D ini bagus. Beberapa setting di gambarkan dengan depth yang gemilang. Sehingga kita seperti melihat kejadian tersebut langsung. 

Pop Out
Adegan pop out di film ini masih memberikan beberapa yang bagus. Tetapi masih minim. Meski ada beberapa efek pop out yang memberikan gimmick yang murahan. Tetapi ada beberapa yang juga bagus. 

So, Jack The Giant Slayer disaksikan dalam format 3D atau 2D sama saja. 3D nya yang bisa dikategorikan normal jadi tak seberapa bermasalah jika film ini disaksikan dalam format 2D nya saja. Tetapi, Harga tiket 2D dan 3D yang sama. Mungkin 3D is my priority.

Senin, 04 Maret 2013

REVIEW - Django Unchained

Quentin Tarantino bukanlah nama yang asing di dunia perfilman Hollywood. Kiprahnya di dunia film sudah tidak diragukan lagi. Kill Bill Vol. ... thumbnail 1 summary
Quentin Tarantino bukanlah nama yang asing di dunia perfilman Hollywood. Kiprahnya di dunia film sudah tidak diragukan lagi. Kill Bill Vol. 1 dan 2 sudah terbukti. Serta film yang juga masuk dalam nominasi Oscar Inglorious Bastards. Kali ini, dia membuat sebuah film dengan judul Django Unchained apakah film tersebut mempunyai kualitas yang sama dengan beberapa filmnya?
Menceritakan pada tahun 1858 tentang seorang budak berkulit hitam bernama Django (Jamie Foxx) yang dibebaskan oleh seorang bernama Dr. King Schultz (Christoph Waltz). Dr. King Schultz mengajak Django untuk menjadi Valet-nya serta menjadi seorang Bounty Hunter sepertinya dan membunuh Brittle Brothers. Setelah itu, Django meminta kepada Dr. King Schultz berkelana untuk mencari Istri Django yaitu Broomhilda (Kerry Washington). Disaat perjalanan menemukan Istrinya, ternyata Broomhilda berada di rumah milik Calvin Candie (Leonardo Dicaprio) yang berada di Candyland.
http://7films.dendelionblu.me/wp-content/uploads/2012/06/DU-AC-000209.jpg
Quentin Tarantino memang tahu benar untuk menyajikan sebuah sajian film yang memang fresh, original, unique, serta entertaining. Yap! Django Unchained adalah sebuah kesatuan cerita yang dibawakan dengan epic oleh Quentin Tarantino. Setelah sinopsis yang anda baca diatas, mungkin anda merasa ini adalah sebuah kesatuan cerita yang simple dan juga pernah dibawakan oleh siapa saja. But if you meet with movie that directing by Quentin Tarantino, you should stop to think skeptical about his movie. Karena sesimple apapun cerita itu akan dibawakan dengan penuh keasyikan dan pastinya outstanding. Lalu, apakah premis cerita yang simple itu bisa dibawakan dengan durasi sekitar 165 menit? Yah, sangat bisa sekali. Bisa dibilang semua itu efektif karena beberapa karakter yang saling masuk menyesaki layar digali satu persatu dan akan membuat durasi yang lama itu benar-benar terasa cepat karena Tarantino tahu benar dalam memanfaatkan durasi yang mungkin juga bisa dikatakan cukup panjang. Cerita film ini yang lebih kearah rasisme terhadap kulit hitam yang benar-benar kejam dizaman itu pun terlihat dengan jelas. Ini layaknya film The Help yang lebih tidak manusiawi. Lebih Kejam, Lebih berdarah, dan tentunya lebih mengasyikkan. Naskah film yang juga ditulis sendiri oleh Quentin Tarantino ini adalah hasil dari pikirannya sendiri. Original, tak mengambil dari True Story ataupun Graphic Novel. Jarang sekali ada sebuah pemikiran unik seperti ini meski cerita yang diusung juga sederhana sebenarnya. Film ini dibuka dengan opening scene yang sangat jadul sekali. Memang setting tahun film ini adalah tahun 1858. Jangan lupakan logo milik Columbia Pictures yang diubah oleh Tarantino dengan logo versi jadul. Sepertinya film ini memang seperti dibawa oleh Tarantino menjadi sebuah kesatuan yang kuat hingga efek yang digunakan untuk opening. Opening scene yang oldschool dengan Soundtracknya juga yang oldschool dan terkesan norak menjadi sajian yang berbeda, unik, dan pastinya menguatkan keseluruhan isi film ini. Belum lagi tatanan kota yang memang menggambarkan tahun 1858 yang memang old-fashioned. Semua tertata dengan baik. Efek saat zoom in ke seorang karakter yang juga sangat mengesankan membuat film ini semakin unik. Sebuah naskah yang memang sangat diperhatikan sekali. Beberapa detail cerita yang juga diterjemahkan dalam sebuah motion picture dengan durasi yang panjang tanpa terkesan bertele-tele sama sekali. Semuanya tergambarkan jelas dan indah.
http://smhttp.14409.nexcesscdn.net/806D5E/wordpress-L/images/review_django-unchained-e1356342145971.jpg
Pembawaan narasi oleh karakter Django yang panjang tanpa terkesan membosankan. Narasi itu dibawakan dengan bagus dan menjelaskan berbagai macam cerita yang semakin menarik. Tarantino benar-benar tahu memanjakan para penontonnya untuk dalam menceritakan sebuah cerita. Dengan durasi yang benar-benar panjang itu, Film ini berhasil menjaga tensi ketegangan penonton dari awal hingga film ini. Perlahan-lahan akan mulai naik sehingga penonton akan merasakan sebuah klimaks yang seru. Naskahnya begitu solid, padat, dan tak bertele-tele. Semuanya diceritakan dengan baik. Film ini tak seterusnya diganjar dengan ketegangan, beberapa scene diselipi dengan Humor yang juga dipresentasikan dengan nuansa yang dark yang cerdas sehingga sering menimbulkan tawa ditengah-tengah scene penuh darah milik Tarantino ini. Film ini sebenarnya tak seberapa suguhan aksi yang terlalu banyak dan explosion scene yang berlebihan. Tetapi, sekalinya film ini bermain-main dengan aksi. Well, Anda akan menyaksikan sebuah kesatuan aksi yang sebenarnya. Aksi yang kejam tanpa terkesan menjijikkan. Aksi dengan berbagai darah bercipratan dengan gimmick darah yang tak terkesan berlebihan. Tanpa menggambarkan dengan jelas beberapa scene Gore yang mungkin kejam. Tetapi, dengan gampang Quentin Tarantino membuat penontonnya bergidik kesakitan serta ngilu saat menyaksikan tembakan-tembakan menggunakan "Blunderbuss" yang BAM !! BAM !! BAM !! memekikkan telinga tetapi asyik untuk disaksikan. Quentin Tarantino sangat asyik bermain-main dengan senjata apinya. Sehingga terjadi sebuah scene pembantaian yang sangat memanjakan mata kita. Dijajaran Cast film ini, Siapa masih bertanya-tanya siapakah pemeran utama di film ini? apakah benar Jamie Foxx bertindak sebagai pemeran utama di film ini? Karena memang Christoph Waltz sebagai Dr. King Schultz lebih mendominasi layar saat Django Unchained diputar. Akting brilliant yang dilakoninya berhasil mencuri perhatian ketimbang Django-nya sendiri. Well, bukan berarti Jamie Foxx performanya buruk. Hanya saja Christoph Waltz berperan lebih bagus. Leonardo Dicaprio sendiri sebagai Calvin Candie juga berperan dengan baik. Karakternya layaknya psikopat yang haus darah diperankan dengan baik. 
Overall, Django Unchained adalah sebuah premis cerita sederhana dengan sentuhan yang bagus sekali dari Quentin Tarantino. Sebuah cerita Original milik Quentin Tarantino yang brilliant. Dengan durasi berkisar 165 Menit, semua detail cerita terjabarkan dengan baik. Well, Welcome in to Quentin Tarantino's Bounty Hunter Business World.
ads