Jumat, 08 November 2013

ENDER'S GAME (2013) : ANOTHER BREATHTAKING SCIENCE FICTION MOVIE

Science Fiction sekali lagi menyapa para penikmat film. Tahun ini, Oblivion, Star Trek , dan Gravity merupakan film Science fiction yang d... thumbnail 1 summary
Science Fiction sekali lagi menyapa para penikmat film. Tahun ini, Oblivion, Star Trek, dan Gravity merupakan film Science fiction yang di rilis. Ender’s Game, film science fiction ini di angkat dari novel milik legendaris Orson Scott Card. Ditangani oleh Sutradara X-Men Origins : Wolverine, Gavin Hood serta dibintangi oleh jajaran cast kaliber oscar di dalam filmnya.


Bumi telah diserang oleh sebuah makhluk bernama Formics. Mereka mencoba untuk menghancurkan bumi. Tapi, seorang bernama Mazer Rackham berhasil menghancurkan sebuah kapal induk milik Formics. Tapi, Formics masih saja menginvasi bumi. Colonel Hyrum Graff (Harrison Ford) mencoba untuk mencari seorang pemimpin yang bisa mengalahkan Formics.

Andrew ‘Ender’ Wiggin (Asa Butterfield) adalah anak terakhir dari keluarga Wiggin. Dia didapuk oleh Colonel Hyrum Graff untuk mengikuti akademi untuk mengalahkan Formics. Karena, kedua kakaknya Valentine (Abigail Breslin) dan Peter (Jimmy Pinchax) adalah siswa berbakat di dalam akademi tersebut. Maka dari itu, Andrew direkomendasikan untuk ikut dan dia menerimanya.

Another Breathtaking science-fiction with space template movie. 
Science Fiction adalah sebuah tema yang personal bagi saya. Banyak film-film bertema fiksi ilmiah yang membuat saya berdecak kagum. Avatar, film milik James Cameron ini benar-benar membuat saya berdecak kagum dan bisa jadi menjadi salah satu film terbaik saya hingga saat ini. Tapi, film science fiction dengan tema outer spaceadalah yang paling saya sukai. Star Wars?Tidak, saya belum menontonnya. Masih banyak film dengan setting outer space lain yang membuat saya menyukainya.

Tahun ini, Empat film bertema sci-fi di rilis. Oblivion, After Earth, Star Trek Into Darkness, serta yang paling baru Gravity. Tiga dari empat film yang di rilis tahun ini benar-benar membuat saya kagum. Bahkan film dengan pace yang lambat seperti Oblivion pun mampu membuat saya menyukainya. Tapi, tidak untuk After Earth yang benar-benar merusak mood saya saat menonton film. Yap, After Earth masuk ke dalam Worst-List movies saya tahun ini. Maka, saat trailer Ender’s Game mulai muncul, saya sudah memasukkan film ini dalam list tontonan wajib saya.

Bicara tentang trailer dari Ender’s Game, saya tidak menemukan sesuatu menarik. Persis sama saat saya menyaksikan trailer milik After Earth. Takutnya, Ender’s Game akan jatuh seperti After Earth. Tapi, dengan banyaknya cast kaliber oscar seperti Asa Butterfield, Abigail Breslin, Harrison Ford, serta Viola Davis jelas membuat saya tertarik. Sejelek apapun filmnya jika masih ada aktor dan aktris yang bisa bermain dengan baik, sepertinya tidak akan jatuh terlalu buruk. Tak seperti After Earthyang benar-benar jatuh dari segi cerita dan akting sangat kaku dan menganggu milik Jaden Smith.


Gavin Hood, diutus untuk menginterpretasikan buku legendaris milik Orson Scott Card ini dengan media film. Mengingat record Gavin Hood masih gagal dalam mengangkat X-Men Origins Wolverine, Saya cukup khawatir dengan proyek ini. Tapi, Gavin Hood seperti belajar dari film manusia bercakar adamantium itu. Ender’s Game sangat berhasil diarahkan oleh Gavin Hood dengan baik. Mengesankan, mata saya terbelalak saat semua adegan di film ini mampu dipresentasikan dengan sangat baik dan cantik.

Gavin Hood bisa mengarahkan Ender’s Game dengan baik. Presentasinya begitu mengesankan. Membuat saya sangat menikmati benar apa yang terjadi di film dari awal hingga akhir. Pace-nya begitu di jaga dari awal hingga akhir. Meskipun sangat obvious bahwa Gavin Hood masih belum menemukan kefokusannya di awal film ini. Sayangnya, karakter-karakter di dalam film ini kurang digali begitu dalam. Banyak informasi-informasi penting yang dibawa oleh setiap karakter di film ini malah terkesan tidak digali lagi. Informasi itu dibiarkan menggantung dan membuat saya bertanya-tanya “What actualy happened?” saat menyaksikan film ini.


Terlebih untuk karakter Ender yang notabene adalah pemeran kunci keseluruhan film ini. Yap, saya masih bingung ada apa yang terjadi antara Ender, Akademi, dan juga keluarganya. Gavin Hood masih keteteran dalam menggali kedalaman karakter Ender. Terkesan masih setengah-setengah dan membiarkan banyak hal menggantung dan membuat saya yang bukan pembaca novelnya menjadi kurang paham apa yang terjadi dengan Ender sebenarnya. Mungkin, beberapa dialog yang disampaikan kelewat singkat. Pintarnya, film ini malah menjadi meninggalkan pertanyaan tanpa pernyataan jelas. Bukan film yang menjelaskan isinya dengan instan.

Medium penjelasan lewat film memang kadang terbatas. Informasi-informasi penting yang kita dapatkan lewat membaca sebuah buku itu bisa saja tidak kita dapatkan saat menonton filmnya. Karena untuk menginterpretasikan sebuah buku itu memang sulit. Sebuah medium yang berbeda yang tidak bisa kita bandingkan mentah-mentah. Karena fantasi lewat kata-kata bisa dibilang memiliki pandangan lebih luas ketimbang lewat sebuah gambar bergerak. Karena, lewat gambar bergerak kita masih memikirkan tingkat logis yang ada di dunia nyata.


Tapi, dimensi karakter di film ini yang kurang dalam ternyata tidak menganggu banyak sekali kelebihan-kelebihan lain yang sangat mengagumkan. Tidak mengurangi efek breathtaking yang disajikan oleh Gavin Wood di film ini.Tensi benar-benar terjaga hingga akhirnya saya bisa merasakan adegan klimaksnya yang benar-benar menyita perhatian dan nafas saya. Ender’s Game is totally breathtaking, groundbreaking, and another good thing i give it to it. Beberapa adegan mengingatkan saya kepada film Gravitydan juga beberapa mengingatkan saya dengan Star Trek.

Betapa pintarnya Gavin Hood mengarahkan film ini dan juga sekaligus mengolah naskahnya dengan bagus. Sebagai penonton yang tidak membaca novelnya, plot twist yang disajikan di film ini cukup membuat saya kaget. Plot Twist di film ini di sampaikan dengan baik, terfokus, dan tidak meluber sehingga memberikan efek mind-blowing yang cukup kuat. Film ini lebih berisikan cerita yang menyindir banyak hal tentang realita sosial yang terjadi dalam rangka mengeksploitasi anak kecil dibawah umur demi melaksanakan kepentingan negara. Karena hal itu banyak terjadi di era ini.

Belum lagi, emosi yang terjalin di film ini juga memiliki efek yang kuat dalam penyampaian filmnya. Sehingga, Excitement yang diberikan benar-benar besar dan sangat terasa di dalam film ini. Mungkin juga faktor Orson Scott Card yang menjadi Executive Producer sehingga masih mengawasi pembuatan naskah dan film ini maka terlihat begitu bagus.

Butterfield’s powerful act and other great casts.
Juru kunci dalam sebuah film menurut saya adalah sutradara, script, dan juga aktor-aktris yang bermain di dalam film ini. Jika seorang sutradara gagal menginterpretasikan sebuah skenario, maka gagal lah film itu. Begitu pula sebaliknya. Maka, jika kedua unsur dalam film itu gagal, hal yang masih bisa di selamatkan dalam sebuah film adalah jajaran aktor-aktris yang bermain di film ini. Jika, mereka bisa memerankan karakter dengan baik maka film itu setidaknya masih memiliki hal yang dapat di nikmati seperti film The Host yang dibintangi Saoirse Ronan itu. Tapi jika tidak, akan gagal layaknya film After Earth milik M. Night Shyamalan.

Maka, Ender’s Game memang masih kacau dalam memberikan intensif drama dan penggalian karakter yang ada. Tapi, kekuatan lain muncul di film ini. Tak hanya pace cerita, tensi ketegangan, dan visualnya yang cantik, tapi juga dari aktor-aktris yang bermain di dalamnya. Aktor-aktris kaliber oscar seperti Asa Butterfield, Abigail Breslin, Harrison Ford, dan Viola Davis mampu blend dengan film dan karakternya. Membuat satu kesatuan yang bagus dan membentuk emosi yang kuat di dalam film ini.

Mungkin, pemain-pemain lain seperti Viola Davis, Harrison Ford, serta Abigail Breslin tidak memiliki performa akting yang siginifikan terlihat di dalam film ini. Asa Butterfield lah yang mengambil semua spotlight di film ini. Yap, anak kecil yang pernah saya lihat di film The Boy In The Stripped Pajamas dan Hugo ini selalu memiliki totalitas akting yang bagus dan yah, dia sudah beranjak remaja. Dia mampu menjadi sosok Andrew ‘Ender’ Wigginyang pintar, diam tapi menghanyutkan serta memiliki emosi yang cukup labil di film ini.


Dia pun berhasil menjalin chemistry yang baik dengan Abigail Breslin. Yap, sekali lagi aktor-aktris yang pernah kita saksikan kepiawaiannya dalam berakting saat masih kecil, sudah beranjak dewasa. Begitu pula dengan Abigail Breslin yang juga sudah bertransisi menjadi cewek remaja. Si Little Miss Sunshine itu sudah besar. Semua karakter di film ini mampu terkoneksi satu sama lain, sehingga kekuatan emosi di film ini juga datang dari jajaran akting mereka yang luar biasa.

Belum lagi dari sisi teknis, sang DOP mampu menangkap keindahan-keindahan yang ada. Menggunakan transisi kamera yang begitu dinamis terutama di final act film ini sehingga memiliki intensitas yang begitu kuat di dalam filmnya. Membuat film ini semakin terasa menyita perhatian dan nafas saya semenjak awal film dan final act yang benar-benar besar dan mengagumkan itu. Banyak adegan yang tertangkap di film ini memang ditujukan untuk menonton dalam format IMAX. Karena experience-nya pasti akan jauh lebih terasa.


Overall, Ender’s Game adalah film adaptasi novel yang mungkin masih memiliki dimensi karakter yang kurang dalam dan intensitas drama yang kurang. Tapi, kekuatan lain muncul dan mendominasi semua kelemahan yang ada di film ini. Visual yang cantik, pace yang terjaga hingga akhir film, kekuatan akting aktor-aktris dan juga final act yang luar biasa megah itu membuat saya benar-benar mengagumi film adaptasi novel ini. Totally awesome and breathtaking.
 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

ads