Rabu, 29 Januari 2014

THE WOLF OF WALL STREET (2013) REVIEW : SEX, DRUGS, AND CRIME

  Awards season is on. Film-film kaliber Oscar dari berbagai sutradara pun sudah mulai bermunculan. Meskipun, pihak distributor Indonesia se... thumbnail 1 summary
 

Awards season is on. Film-film kaliber Oscar dari berbagai sutradara pun sudah mulai bermunculan. Meskipun, pihak distributor Indonesia selalu ragu dalam mengimpor film non-mainstreamyang tak banyak diminati. Sayangnya, doktrin seperti itulah yang masih menghantui distribusi sebuah film di Indonesia. Pada akhirnya, penonton Indonesia pun lebih terbiasa dengan film dengan sajian hiburan instan yang tak memiliki kualitas yang benar. Asal ada tembak-tembakan, aksi non-stop, efek CGI berlebihan dan apapun itu yang menurut mereka bisa memaksimalkan sound system milik bioskop sehingga mereka tidak merasa rugi menghabiskan uang mereka untuk menonton satu film.

Film-film kaliber Oscar pun menjadi sebuah sajian segmented yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang yang benar-benar mengerti. Sayangnya, orang-orang dengan selera yang sedikit ‘tidak biasa’ dalam menonton sebuah film, bisa dianggap sebagai kaum minoritas. Maka dari itu, distributor Indonesia menunggu euphoria yang sangat tinggi tentang film-film seperti ini agar mereka tidak sia-sia saat mengimpor film tersebut. The Wolf of Wall Street menjadi salah satu film yang masuk dalam kategori film kaliber Oscar yang akan mendapat respon sedikit ketimbang film yang lain. 


Menceritakan Jordan Belfort (Leonardo DiCaprio), seorang pialang di salah satu perusahaan besar di Wall Street yang sudah mulai mencintai apa yang dikerjakannya. Ketika itu, dia bekerja pada seseorang bernama Mark Hanna (Matthew McCounaghey). Setelah cukup lama menikmati banyak hasil dari pekerjaannya, Jordan Belfort harus rela untuk meninggalkan pekerjaannya karena perusahaan saham yang menaunginya harus gulung tikar.

Jordan Belfort pun akhirnya ingin bekerja menjadi seorang pialang lagi dan merintis karirnya lagi di bidang yang sama. Lewat perusahaan saham yang kecil hingga akhirnya dirinya dapat membuka sebuah perusahaan saham sendiri bersama dengan teman-temannya. Mereka pun berada di titik puncak hingga suatu saat mereka melakukan tindakan ilegal yang harus membuat mereka diincar oleh FBI. 


Sex, Drugs, and Party every time

Setelah menyapa penontonnya lewat drama keluarga tentang sejarah perfilman lewat film Hugo, Martin Scorsese kembali lagi menyapa penontonnya dengan genre mafia. Kali ini, mafia di dunia saham yang coba diangkat ke dalam feature film miliknya. Martin Scorsese, nama yang sudah besar di jagat perfilman Hollywood. Film-film miliknya yang selalu masuk ke dalam ajang-ajang bergengsi dengan kualitas yang benar-benar terjaga. Bisa dibilang, Martin Scorsese adalah salah satu sutradara yang melegenda di perfilman Hollywood.

Beberapa filmnya mungkin segmented, seperti Hugo meskipun dikemas dengan packaging seringan mungkin dengan pendekatan yang lebih heartwarming, tetapi tak semua orang menyukainya. The Wolf of Wall Street menjadi packaging yang berbeda dengan film-film yang ada di dalam feature film miliknya. The Wolf of Wall Street bisa dibilang film biografi dari seorang kriminal dengan pendekatan black comedy yang sangat kental, pendekatan yang sangat pop serta tanpa membuat biografi itu memihak ke tokoh utama itu atau bisa dibilang pencitraan kembali sang karakter utama, Jordan Belfort.

The Wolf of Wall Street menjadikan film dengan durasi 165 menit ini menjadi salah satu film yang notabene panjang tetapi kita menikmati apa yang disajikan di film ini. Bagaimana Martin Scorsese tahu benar mengarahkan filmnya dengan sangat baik, mengarahkan setiap detil 165 menit ini menjadi sajian yang sangat menyenangkan untuk diikuti. Tetapi, bagaimana Terence Winter akhirnya mulai stuck dengan apa yang coba ia ceritakan ketika paruh tengah film. The Wolf of Wall Street serasa overlong dengan isinya yang penuh dengan hura-hura. 


Menggambarkan gaya hidup hedonis milik Jordan Belfort yang sudah mulai tamak akan kekayaan yang didapatkannya. Di sinilah, ketika gaya hidup hedonis milik Jordan Belfort yang sudah mulai terasa overexposed sehingga setiap detil cerita yang beberapa bisa di skip sana dan sini mungkin akan bisa membuat cerita dari The Wolf of Wall Street ini bisa lebih efektif. Sehingga dengan durasi 165 menit (seharusnya 180 menit jika rilis di US, tetapi beberapa adegan party dan nudity dipotong oleh LSF) terkesan berputar-putar di konflik yang itu-itu saja hingga terkadang lupa untuk melanjutkan konflik cerita yang sebenarnya.

Sekali lagi, beruntung Martin Scorsese memiliki skill directing yang sudah tidak bisa diragukan lagi. Cerita yang sudah terkesan stuck itu pun masih memiliki berbagai intrik yang menarik dan jelas mengundang tawa dengan black comedy-nya yang sangat menghibur. Martin Scorsese pun bisa memasukkan unsur-unsur psikologis dan moral value tanpa terkesan menggurui, bukan tersurat namun tersirat di berbagai adegannya.

Menyindir gaya hidup orang-orang kaya baru yang kaget dengan harta yang tiba-tiba dimilikinya hingga suatu saat harta tersebut juga akan diambil tiba-tiba dan hal itu direpresentasikan ke dalam karakter Jordan Belfort dengan berbagai sindirannya yang mungkin akan membuat kita menertawai hal tersebut. Tetapi, hal yang ditertawakan tersebut adalah realitas yang memang sebenarnya terjadi di lingkungan sekitar dan dikritik begitu tajam oleh Martin Scorsese yang pasti akan menusuk beberapa orang yang melakukan hal yang sama seperti Jordan Belfort.  

 

Leonardo DiCaprio bisa dibilang menampilkan performa terbaiknya di film ini. Karakter yang biasanya dimainkan oleh DiCaprio di setiap filmnya mungkin lebih kharismatik. Well, Karakter Jordan Belfort pun masih terkesan kharismatik tetapi sisi lain kehidupan Jordan Belfort yang liar, gila, dan penuh gairah ini mampu dilakukan dengan sangat baik oleh Leonardo DiCaprio. Transform karakter yang sangat kentara sekali dari film-film lainnya.

Sudah tidak ada lagi yang bisa menghalangi sinar Leonardo DiCaprio di film The Wolf of Wall Street. Mungkin Matthew McCounaghey yang tampil 10 menit tetapi juga berkesan. Jonah Hill, Jon Favreau, bahkan Margot Robbie juga sudah tidak bisa menghalangi sang Leonardo DiCaprio yang sedang bersinar di filmnya. Bisa dibilang, The Wolf of Wall Street adalah DiCaprio’s show yang berusaha tampil sangat trendy, sangat asyik, dan rock and roll


Overall, The Wolf of Wall Street adalah pertunjukkan Leonardo DiCaprio yang mengangkat mafia-mafia jahat di dunia saham dengan pendekatan yang black comedy yang sangat kental dan sindiran-sindiran tajam di dalamnya. Meskipun ceritanya yang overlong tetapi, skill directing dari Martin Scorsese yang sudah profesional itu mampu mengantarkan setiap 165 menit film ini menjadi packaging yang sangat menghibur. Well, Lets get the party started *start humming and banging the chest*

 

Minggu, 26 Januari 2014

AMERICAN HUSTLE (2013) REVIEW : ANOTHER DAVID O. RUSSEL COMPLEXITY

Menyatukan nama-nama terkenal dalam satu film dan menjadikan mereka memiliki performa akting gemilang serta meraih piala atau setidaknya nom... thumbnail 1 summary

Menyatukan nama-nama terkenal dalam satu film dan menjadikan mereka memiliki performa akting gemilang serta meraih piala atau setidaknya nominasi di banyak ajang bergengsi maka panggil saja sosok David O. Russell. Setelah pengarahannya yang gemilang di film The Fighter, film-film selanjutnya pun menjadi tempat bagi para aktor-aktris untuk mengasah kemampuan aktingnya di titik paling puncak. Sebut saja, Silver Linings Playbook yang mengantarkan Jennifer Lawrence, The girl on fire atThe Hunger Games untuk mendapatkan tropi Academy Awards tahun lalu

Tak hanya sukses mengantarkan nama-nama seperti Jennifer Lawrence atau Christian Bale untuk mendapatkan tropi idaman aktor-aktris Hollywood saja. Melainkan, filmnya pun menjadi Jury’s Sweetheartdan selalu diperhitungkan oleh para juri meskipun film-filmnya belum satupun yang mendapatkan piala dalam kategori Best Picture. Maka keberhasilannya dalam merebut hati juri Oscars dicoba sekali lagi dalam film terbaru miliknya, American Hustle. Sekali lagi, David O. Russell mengantarkan para pemainnya untuk masuk ke dalam nominasi-nominasi dalam Oscars tahun ini. 


Irving (Christian Bale) penipu ulung yang awalnya adalah seorang usahawan dalam bidang Laundry. Bertemu sosok Cantik Sydney (Amy Adams), mereka jatuh cinta meskipun Irving sudah memiliki wanita bernama Rosalyn (Jennifer Lawrence) sebagai pendampingnya tetapi hubungan mereka sudah diujung tanduk.  Irving dan Sydney telah menjajaki berbagai tahap hingga akhirnya Irving mengajaknya untuk bekerja dalam bisnis ilegalnya.

Hingga akhirnya, bisnis ilegal miliknya inipun terendus oleh salah satu agen FBI bernama Richie DiMasio (Bradley Cooper). Sydney pun ditahan dan mereka mendapatkan pengawasan dari sang agen. Mereka pun bisa dilepas asalkan mau bekerja sama dengan Richie untuk menangkap mafia-mafia yang ada di kota mereka. 


Powerful cast ensemble

Tak mau mengemas film berbobotnya dengan kemasan yang tidak universal, rasanya menjadi salah satu prinsip yang dimiliki oleh David O. Russell di setiap filmnya. The Fighter dan Silver Linings Playbook menjadi karya ringan dan bisa diterima oleh penonton umum dengan tetap memperdulikan isi yang juga mencuri perhatian para juri-juri Oscars. Menjadi sajian light entertainment dengan kemasan yang lebih berisi dan mengagumkan adalah salah satu dari keahlian David O. Russell.

Kemasan seperti itupun digunakan lagi dalam film terbarunya American Hustle. David O. Russell juga tahu benar bagaimana caranya untuk menarik minat penonton untuk menyaksikan filmnya. Menggunakan alumnus dari dua film terdahulunya digabungkan ke dalam satu film. Nama-nama terkenal seperti Christian Bale, Amy Adams, Jennifer Lawrence, dan Bradley Cooper yang jelas akan memanjakan mata penontonnya dengan paras-paras tampan dan cantik milik mereka. Terutama Jennifer Lawrence yang sudah memiliki sinar tersendiri lewat seri The Hunger Games.

American Hustle sekali lagi menjadi ajang bagi nama-nama terkenal untuk menunjukkan sinarnya di tangan David O. Russell. Ditangannya, aktor-aktrisnya akan mengeluarkan seluruh kemampuannya dalam berakting, mengarahkan aktor-aktrisnya ke dalam performa gemilang yang juga mengantarkan mereka masuk ke dalam nominasi oscarsdalam kategori act performance. Lantas, performa aktor-aktrisnya itu pun disokong lagi dengan screenplay menawan yang ditulis langsung oleh sang sutradara. Serta bagaimana American Hustle memiliki cerita yang original bukan adaptasi novel ataupun based on true story seperti film-film milik David O. Russell kebanyakan.


Siapapun yang jatuh cinta dengan Silver Linings Playbook, mungkin akan dengan mudah jatuh cinta dengan American Hustle. Dialog-dialognya yang menawan menambah kompleksitas cerita sehingga karakter tersebut tak terkesan satu dimensi. Satu karakter akan memiliki satu masalah yang lebih kompleks yang efektif untuk mendekatkan karakter tersebut dengan penontonnya. Mendengarkan celotehan-celotehan menarik dari sang karakter yang tak hanya berperang dalam menyelesaikan satu masalah inti tetapi juga masalah yang ada dalam dirinya sendiri.

Penonton akan dengan mudah terbawa dalam suasana rumit yang ditampilkan oleh sang Sutradara dengan dialog-dialog panjang dan kompleks yang dibawakan dengan kuat oleh para pemain dari film ini. Merasakan segala kegetiran karakter-karakter di dalam film itu hingga menuju satu titik didih yang dapat dirasakan panasnya oleh penonton saat menonton film ini. Adegan klimaks yang mampu dirasakan bukan diisi dengan ramainya ledakan atau aksi non-stop, tetapi dengan adu dialog antar karakter dengan kasus yang rumit. Diksi kata yang dituliskan dalam screenplay milik David O. Russell inilah yang patut diacungi jempol. Sehingga dialog-dialognya terkesan indah meskipun banyak nada klise yang harusnya ada di dalam dialognya.

Serta naskah itulah yang juga menjadi kekuatan dalam plot cerita di filmnya. Jika hanya menampilkan konflik penangkapan mafia dengan formula biasa tentu film ini tidak akan terasa istimewa. Menampilkan konflik-konflik rumit dari dalam diri sang karakter dan sedikit bumbu twist sebagai pemanis sehingga rasa film akan sedikit berbeda dengan yang lain.  David O. Russell bisa dibilang sebagai kuda hitam baru yang ikut andil dalam meramaikan ajang-ajang bergengsi di dunia perfilman. Sebagai salah satu sutradara yang patut dinantikan lagi karyanya. Tetap dengan gaya dialog-dialog indah nan kompleks miliknya yang bisa dibilang trademarkbagi setiap karya yang diarahkannya. 


Christian Bale pantas mendapat pujian lebih dalam memberikan transformasi yang tidak main-main dari dalam dirinya. Bagaimana tidak? merubah dirinya yang menawan menjadi sosok yang akan membuat anda memicingkan mata dengan rambutnya yang botak dan perut tambunnya. Dia selalu tidak main-main dalam merubah fisiknya demi karakter yang dibutuhkan di dalam sebuah film. Amy Adams mungkin menjadi sosok yang mengagumkan di paruh awal film. Tetapi, bagaimana Jennifer Lawrence akhirnya muncul dalam film ini yang akhirnya mengambil spotlight milik Amy Adams.

Jennifer Lawrence pun tetap menampilkan performa akting gemilang dari setiap film miliknya. Dia mampu tampil seimbang bahkan mencuri sinar Amy Adams di film American Hustle. Ketika mereka berdua berada di dalam satu frame, Well, Jennifer Lawrence win the game. Bagaimana American Hustle yang memiliki konflik mafia di tahun 80-an dengan production value yang detil di setiap adegan tetapi dengan pembawaan yang berkelas dan ringan tanpa terkesan cliche atau cheesy inilah yang akan dengan gampang merebut hati penontonnya. Ditambah soundtrack manis yang memperindah adegan demi adegan dan menambah kesan glamor di dalam filmnya. 


Overall, American Hustle sekali lagi menjadi karya David O. Russell yang gemilang. Membuat setiap penontonnya akan berdecak kagum dengan dialog-dialog indah yang ditulis langsung oleh sang sutradara dan performa-performa apik dari para jajaran aktor-aktris ternama. Dengan plot yang sederhana tetapi memiliki kompleksitasnya, American Hustle will wins everybody hearts. Outstanding!
 

Selasa, 21 Januari 2014

JACK RYAN : SHADOW RECRUIT (2014) : OLD FASHIONED ESPIONAGE ACTION

  Film aksi spionase memang banyak diusung oleh perfilman Hollywood. Tetapi, yang mampu bersaing dan bertahan di dalam genre ini sangatlah... thumbnail 1 summary
 

Film aksi spionase memang banyak diusung oleh perfilman Hollywood. Tetapi, yang mampu bersaing dan bertahan di dalam genre ini sangatlah sedikit. Sisanya, akan dengan gampang dilupakan karena hanya sekedar mampir tanpa berusaha untuk tampil kuat dan ikonik. Film-film espionage yang bisa datang menyapa penontonnya dan memperpanjang serinya adalah Mission Impossible dan seri James Bond. Diangkat dari buku milik Tom Clancy, Jack Ryan menjadi salah satu ikon dari old espionage yang ingin mewarnai genre ini.

Jack Ryan mengalami pasang surut dalam mewarnai genre old espionage. Mengalami pergantian aktor sebagai Jack Ryan. Dari Alec Baldwin, Harrison Ford, hingga yang terakhir adalah Ben Affleck. Jack Ryan pun diperbarui lagi dan lagi di setiap era-nya. Hingga akhirnya di era modern ini, tahun 2014 Jack Ryan pun diperbarui lagi oleh sutradara yang pernah menangani film superhero Thordi Marvel Cinematic Universe Phase 1. Film-film terdahulu masih diangkat dari buku milik Tom Clancy. Kali ini, Jack Ryan : Shadow Recruit hanya dikembangkan dari segi karakternya saja dengan naskah original yang ditulis oleh Adam Cozad dan juga David Koepp. Ini adalah film terakhir yang dimana Tom Clancy ikut andil, karena beliau telah wafat pada bulan Oktober tahun lalu. 


Shadow Recruit kali ini menceritakan Jack Ryan (Chris Pine) yang pernah menjadi angkatan udara. Disaat misinya ke Afghanistan, dia mengalami banyak cedera karena helikopter yang ditumpanginya diserang. Dia pun dirawat hingga beberapa bulan di suatu tempat rehabilitasi. Disana dia dirawat oleh Dr. Cathy Muller (Keira Knightley). Jalinan cinta pun timbul di antara mereka.

Ketika Jack Ryan sembuh, dia pun ditunjuk oleh William Harper (Kevin Costner) untuk menjadi analyst di CIA. Saat dia pergi ke Rusia untuk menjalankan tugasnya, dia pun akhirnya direkrut untuk menjadi salah satu mata-mata CIA yang akan menumpas salah satu teroris rusia Viktor Cherevin (Kenneth Branagh) yang akan menyerang wall street, tempat perekonomian Amerika berlangsung.


Old espionage nostalgic.

Agen rahasia dan misi adalah formula yang harus diperhatikan dalam film dengan aksi spionase. Poin pertama, Agen Rahasia, mencari sosok heroik dan ikonik untuk satu sosok agen rahasia ini memang bisa dibilang susah susah gampang. Jika ingin mencari nama atau popularitas dari aktor yang ada, bisa saja langsung comot nama-nama terkenal. Tapi, bisa saja itu hanya akan mendatangkan uang berlimpah tanpa diimbangi pujian dari kritikus ataupun dari penonton.

Sosok Chris Pine dalam Jack Ryan : Shadow Recruit ini bisa dibilang pas dalam memerankan satu ikon dalam film espionage. Paras tampan, badan gempal, dan aura kharismatik bisa menyokong karakter Jack Ryan yang membutuhkan hal-hal tersebut. Itu sudah pernah dibuktikan lewat film science fiction arahan J.J. Abrams waktu itu yaitu Star Trek, di mana dia memerankan sosok Captain Kirk yang juga kharismatik. Sayangnya, peran-peran seperti Jack Ryan ini tidak bisa membuat kualitas akting dari Chris Pine ini semakin luas. Dia akan terhenti dalam karakter dengan sifat-sifat heroik yang sama lagi.

Chris Pine jelas bermain dalam area-area aman dalam dunia aktingnya. Tetapi, Jack Ryan adalah sosok yang pas yang diperankan oleh Chris Pine. Kedua, Misi. Misi-misi dalam old espionageini jelas masuk dalam area klise yang dengan mudah ditebak apa yang terjadi selanjutnya. Cerita yang straight-fowarddengan konflik-konflik ringan yang formulanya pasti pernah dibawakan oleh film apa saja. Jack Ryan : Shadow Recruit pun masih menggunakan formula yang sama. 


Lantas, formula yang sama itu ternyata menjadi salah satu senjata ampuh bagi Jack Ryan : Shadow Recruit dalam memikat penontonnya di 100 menit filmnya. Bisa dibilang, ini adalah salah satu nostalgia bagi penonton yang sudah mulai haus dengan film-film aksi spionase ringan, menghibur, tetapi juga tidak kacangan. Misi-misi yang mengasyikkan untuk diikuti dengan suspense yang dibangun apik oleh Kenneth Branagh dalam filmnya ini, mampu tampil prima dan menghibur penontonnya.

Meskipun beberapa cerita oleh Jack Ryan : Shadow Recruit ini juga masih tersusun kurang rapi. Masih ada plot holes yang menghiasi cerita-ceritanya. Terutama awal film yang entah kenapa sudah mulai terasa kacau dalam transisinya. Banyak sekali cerita yang rasanya masih jumpy dan terasa sangat terburu-buru. Banyak sekali lubang-lubang cerita yang juga tidak dicoba oleh Kenneth Branagh untuk ditambal. Alhasil, penonton jelas akan mulai bertanya-tanya meskipun akhirnya para penonton akan bungkam dengan action show yang disajikan lengkap dengan suspense-nya yang kuat. 


Tetapi, itulah kekuatan dari film aksi spionase. Cerita tanpa tedeng aling-aling  memberikan aksi dan misi yang akan membuat penontonnya berdebar tanpa perlu plot twist sebagai pemanis. And how’s the script? It so brilliant. Banyak sekali dialog-dialog one-punch liner yang akan membuat penontonnya tertawa. Dialog-dialog yang pintar, diselipi dengan unsur-unsur geopolitik meski tak dibuat menjadi berat, mudah dicerna tetapi juga berbobot. Jokes cerdas yang tidak merusak keseluruhan cerita yang sudah baik dibangun oleh Kenneth Branagh. Referensi-referensi yang hadir di dalam film ini seperti film ‘Sorry, Wrong Number’ yang bisa menjadi highlight tersendiri inilah yang memberikan poin plus lain dalam film ini.

Penampilan prima lainnya juga patut diberikan oleh Kevin Costner yang memerankan sosok William Harper yang dingin, misterius, tetapi juga terkesan santai. Serta Kenneth Branagh yang mampu menjadi sosok teroris Rusia dengan aksennya yang brilliant. Belum lagi, Keira Knightley yang tak hanya menjadi pemanis tetapi juga membantu terlaksananya misi-misi yang dilakukan oleh Jack Ryan atau Chris Pine di film ini.  Berhasil memberikan chemistryapik dengan lawan mainnya yaitu Chris Pine. Dengan sisi cerita cinta yang juga dibangun dengan baik di film ini. 


Overall, Jack Ryan : Shadow Recruit adalah film aksi spionase yang bisa menjadi ajang lepas rindu bagi penonton yang sudah haus dengan film aksi yang tak hanya dipenuhi ‘bang bang boom’ tapi juga berisi. Dengan kelemahannya yang dibanyak tempat terutama dari segi cerita yang masih berantakan, tetapi Jack Ryan : Shadow Recruit berhasil menjadi sebuah film aksi yang sangat menghibur. Good!

 

Selasa, 14 Januari 2014

PARANORMAL ACTIVITY : THE MARKED ONES (2014) : NOT THE MARKED ONES SPIN-OFF

Film Horor di era modern ini semakin lama semakin beragam. Berbagai tribute atau homage dan sekedar recycle atau remake film-film lama dalam... thumbnail 1 summary

Film Horor di era modern ini semakin lama semakin beragam. Berbagai tribute atau homage dan sekedar recycle atau remake film-film lama dalam rangka mengembalikan lagi kepercayaan orang-orang terhadap image film horor yang sudah mulai menurun. Paranormal Activity bisa dianggap salah satu dari banyak film horor yang menandai kebangkitan dan pengembalian citra dari film horor yang sudah buruk. Dianggap sebagai the next The Blair Witch Project yang legendaris. Lantas, kesuksesan itu malah dianggap sebagai aji mumpung dari production house yang menaungi film ini.

Ekspansi cerita dari Paranormal Activity ini pun akhirnya menjadi-jadi. Mungkin didukung dengan cliff hanger ending dari seri pertamanya yang mungkin bisa menjadi jalan bagi Oren Peli dan kru untuk memperluas Paranormal Activity ini menjadi sebuah franchise yang besar. Seri kedua yang tak memberikan progres dan impresi apapun itu malah menjadi sebuah bumerang agar Oren Peli dan kru untuk memiliki pemikiran dan premis cerita yang fresh dalam mengembangkan dan membesarkan Paranormal Activity ini menjadi suatu franchise yang tetap promising. 

 

Hal itu terus berlanjut ketika Paranormal Activity ini masih percaya diri dalam melebarkan franchise lebih luas lagi. Paranormal Activity 3 bisa menjadi prekuel yang berhasil dengan membangun segala unsur mencekam di dalam filmnya. Ketika kepercayaan orang sudah mulai kembali, Paranormal Activity 4 sekali lagi mengecewakan penontonnya dan jatuh menjadi sebuah perjalanan franchise yang paling buruk di serinya. Seketika itulah, beragam orang mulai memicingkan mata terhadap franchiseini, meskipun juga masih banyak yang menantikannya. Paranormal Activity 5 pun akan dirilis tahun 2014 bebarengan dengan spin-off yang diberi judul Paranormal Activity : The Marked Ones yang dirilis diawal tahun.

The Marked Ones, menceritakan seorang anak bernama Jesse (Andrew Jacobs) yang hidup dengan neneknya di sebuah apartemen kecil mengalami sebuah peristiwa besar bagi dirinya. Mereka hidup bertetangga dengan Anna yang ternyata memiliki persekutuan dengan makhluk gaib dan meninggal secara tiba-tiba di rumahnya. Dalam kematiannya, ternyata roh tersebut masuk ke dalam tubuh Jesse. Awalnya, dia merasa biasa saja dan sampai suatu ketika dia menyadari bahwa ada yang diinginkan dari makhluk gaib tersebut dari tubuh si Jesse. 


Not so important Spin-off

Maka, sebuah keputusan kurang bijaksana lainnya adalah datangnya sebuah spin-off yang tak memiliki arti lebih dalam ruang lingkup seri milik Paranormal Activity ini. Apa yang dicari dari Paranormal Activity ini sebenarnya? Bukan malah membuat satu universemiliknya ini mengerucut tetapi malah memperluas berbagai ceritanya tanpa memiliki koneksi yang cukup antara seri yang satu dengan seri yang lainnya. Melemahnya koneksi inilah yang malah membuat banyaknya seri dari franchise satu ini tidak lain seperti film-film stand-alone yang mewakili nama Paranormal Activity.

Begitulah yang juga terjadi dalam Paranormal Activity : The Marked Ones. Dengan embel-embel Paranormal Activity di judulnya, The Marked Ones tak lain adalah sebuah spin-off yang kurang penting dan semakin menambah ekspansi cerita dari Paranormal Activity series. Lantas, The Marked Ones pun menjadi spin-offtak bernyawa lainnya dalam catatan Paranormal Activity series. Kendati demikian, setelah buruknya seri keempat yang sangat tidak bernyawa itu, The Marked Ones masih memiliki beberapa hal yang masih layak untuk diikuti ceritanya.

Tetapi, siapapun penonton yang pernah menyaksikan film Chronicle, pasti akan menganggap bahwa film ini malah memiliki beberapa hal yang mirip dengan film tersebut. Remaja labil yang tiba-tiba mendapatkan kekuatan dan merubah kehidupannya. Inilah yang malah membuat film ini memiliki kesan science fictionketimbang supernatural. Hingga akhirnya, di paruh akhir lah suspense-suspense ini mulai datang tiba-tiba menerkam penontonnya. 


Bagi yang sudah mengikuti semua seri milik Paranormal Activity ini akan mulai mengerti peletakkan jump scares. Menggunakan formula lama yang bukan malah menjadi kekuatan bagi The Marked Ones, suspense pada Jump Scares tersebut akan hilang dimata penonton. Bagaimana Christopher Landon selaku sutradara akhirnya lupa untuk mengeksplor lebih jauh lagi pembangunan-pembangunan nuansa seram yang terjadi di filmnya. Pada akhirnya, The Marked Ones tidak memiliki kharisma untuk menakut-nakuti penonton hingga titik puncak.

Predictable jump scares yang akhirnya tidak bisa membuat penontonnya benar-benar merasakan suasana mencekam. Mungkin beberapa masih bisa membuat kita tersentak kaget tetapi tidak sampai membuat penontonnya gusar dan panik. Mungkin cerita yang slow-pace itulah yang membuat gusar penontonnya untuk segera mengakhiri filmnya karena kebosanan. Film ini pun melupakan jati diri genre-nya yang sebenarnya adalah film horor bukan film sci-fi ala Chronicle


Tetapi, ditengah seri Paranormal Activity yang semakin kering kerontang terutama di seri keempatnya, The Marked Ones bisa menjadi tontonan yang masih ‘oke’ untuk disaksikan. Tapi bukan sepenuhnya menjadi tontonan yang benar-benar layak tonton dan ter-rekomendasikan. The Marked Ones menjadi bold performance karena ending film yang memiliki benang merah dengan Paranormal Activity seri pertama. Meskipun akhirnya, sekali lagi cerita tersebut di perluas lagi dari segi sudut pandang dan konfliknya dengan sedikit paksaan sana-sini. Lantas? Mau sampai kapan Paranormal Activity ini akhirnya merelakan franchise-nya ini berakhir?  

 

Overall, Paranormal Activity : The Marked Onesadalah sebuah spin-off yang digarap mentah dan terkesan kurang penting. Tak ada faktor lain yang bisa diunggulkan dari film ini kecuali jika dibandingkan dengan seri keempat dari Paranormal Activity. Jika tanpa adanya benang merah terhadap seri pertama, maka daya tarik film ini jelas makin berkurang. Ini bukanlah akhir dari franchise dan bukan seri kelima dari franchise tersebut. The Marked Ones hanyalah seri pengantar di franchise ini karena Paranormal Activity 5 siap meneror anda di akhir tahun 2014. 

Jumat, 10 Januari 2014

THE SECRET LIFE OF WALTER MITTY (2013) : EXPERIENCE ALWAYS BE THE GREATEST TEACHER

Melamun . Aktivitas di luar kesadaran manusia yang bisa membawa kita melupakan sejenak realita dan membawa kita ke dunia batas lain sesuai k... thumbnail 1 summary

Melamun. Aktivitas di luar kesadaran manusia yang bisa membawa kita melupakan sejenak realita dan membawa kita ke dunia batas lain sesuai keinginan kita. Begitulah hal yang dialami oleh Mitty ditengah-tengah kehidupannya yang sudah berantakan. The Secret Life of Walter Mitty film terbaru milik Ben Stiller yang juga disutradarai olehnya. Film yang merupakan adaptasi dari cerita pendek klasik yang juga sudah memiliki banyak versi ini dihadirkan lagi oleh Ben Stiller dengan setting yang jelas lebih modern. 

Walter Mitty (Ben Stiller) adalah pekerja di majalah LIFE. Dia adalah penyusun foto untuk cover majalah LIFE. Hingga suatu ketika, majalah tempat dia bekerja harus ditutup dan mengakhirinya dengan membuat satu edisi penutup. Masalahnya, klise foto nomor 25 yang akan dijadikan cover majalah tersebut tidak ditemukan di dalam paket yang dikirimkan oleh Sean O’ Connell (Sean Penn).

Akhirnya dia selalu dikejar-kejar oleh Ted (Adam Scott) selaku atasannya dan juga yang sedang menjadi pimpinan untuk proyek terakhir ini. Mitty pun bingung dan harus mengejar Sean yang ternyata sedang berada di Greenland. Dengan bantuan dari Cheryl (Kristen Wiig), Mitty pun bersemangat untuk menemukan Sean dan melawan kebiasaannya melamun di saat yang penting. 


Film yang indah adalah film yang bisa memiliki suatu koneksi dengan penontonnya. Koneksi terjadi bukan hanya karena penonton pernah mengalami kejadian tersebut. Tetapi, bagaimana film ini bisa membuat penonton tersenyum lebar, merasa hangat sekaligus mengagumi apa yang disajikan. The Secret Life of Walter Mitty memiliki unsur tersebut dan akan memberikan suatu pengalaman berbeda saat penonton menyaksikan film ini.

Siapa yang tidak pernah melamun? Membayangkan kehidupan yang lebih baik, membayangkan hal-hal yang lebih indah, ataupun membayangkan hal yang mustahil untuk dilakukan. Jelas, semua orang pernah membayangkan hal tersebut. Dan itulah, koneksi yang akan menjadikan film ini personal bagi penontonnya. Sebuah film sederhana sesederhana posternya tentang perjuangan seseorang yang hanya bisa berandai-andai hingga akhirnya melakukan sesuatu yang mustahil untuk dilakukan.

Bagaimana Ben Stiller memiliki cara pendekatan yang menarik kepada penontonnya. Bukan dengan pendekatan alur cerita memang. Tapi lebih ke visual atau potongan frame demi frame adegan film yang disajikan indah. Terlebih ketika sebuah quote dari majalah LIFE yang bisa dibilang menjadi pedoman dalam segala rangkaian cerita ini ditampilkan dengan cara yang begitu unik di setiap adegannya. Semakin quote tersebut mendapat porsi penting yang semakin banyak, maka intensitas kemunculannya akan semakin sering dan dengan pendekatan yang unik.


Tetapi, beberapa inkonsistensi dari film ini terjadi dalam skrip film yang ditulis oleh Steve Conrad. Ketika pandangan cerita ini tak hanya mengenai lika-liku Walter Mitty dalam mencari klise nomer 25 milik Sean, tetapi juga mengenai beberapa hal pribadi milik Walter Mitty. Disinilah satu poin kelemahan dari The Secret Life of Walter Mitty. Alih-alih mencoba untuk memberikan porsi sama antara cerita personal Mitty dan dengan inti cerita sebenarnya tetapi beberapa cerita yang terllihat begitu acak terutama saat mencoba mengulik cerita Mitty dan keluarga. Dan adanya beberapa missing link di dalam koneksi antara cerita personal Mitty dengan cerita inti film ini. 

15 menit awal film masih terlihat lemah memang. Rangkaian cerita masih terlihat belum tersusun baik hingga beberapa menit kemudian, barulah rangkaian cerita itu sudah mengetahui polanya. Disinilah berbagai cerita indah akan terjadi. Sebuah rangkaian perjalanan yang penuh kontemplasi tanpa perlu menjadi preachy dan pastilah akan membuat kita terhibur. Bukan hanya indah dalam segi cerita dan pesan moralnya yang terkandung, tetapi juga keindahan pemandangan negara ireland dan greenland yang tertangkap dengan baik. Sang DoP mampu memanfaatkan potensi keindahan alam yang ada.


Wake up from your daydreaming and make a real one.

Wide-shot indah dan menyegarkan mata yang jelas menjadi kekuatan lain di film ini. Menguatkan pendekatan unik yang dilakukan oleh Ben Stiller di film yang sutradarai olehnya sendiri ini. Benar-benar sajian film penuh motivasi dan juga menginspirasi dengan balutan komedi renyah tanpa perlu dipaksa menjadi film mellow dramatic yang jelas akan membuat siapapun akan mudah untuk jatuh cinta dengan film ini. Mudah sekali Ben Stiller merebut hati penontonnya lewat film ini. Membuat penonton keluar dengan perasaan hangat dan senyum merah merekah di bibir penontonnya.

The Secret Life of Walter Mitty mengajarkan banyak hal kepada penontonnya. Mengajarkan kita tentang adanya harapan yang besar jika kita memiliki kemauan yang besar. Mengajarkan kita untuk tidak hanya senang berandai-andai tetapi juga membuat apa yang kita bayangkan itu menjadi sesuatu yang nyata. Bukan berarti orang yang biasa-biasa saja tidak memiliki pengalaman yang biasa, bukan? Make something BIG and BIG CHANGE comes into your life. Karena seperti pepatah lama yang mengatakan bahwa “Experience is the greatest teacher” dan kita tidak bisa membeli sebuah pengalaman tersebut. Kita bisa menjalani pengalaman itu. 


Overall, The Secret Life of Walter Mitty adalah sebuah drama motivasi penuh kontemplasi tanpa terkesan menggurui. Pendekatan yang unik dan visual yang menawan dari Ben Stiller sebagai Sutradara sekaligus pemeran utama yang mampu memberikan perasaan hangat dan koneksi kepada penontonnya ketika selesai menyaksikan film ini. Beauty! 
 
ads