Rabu, 29 Januari 2014

THE WOLF OF WALL STREET (2013) REVIEW : SEX, DRUGS, AND CRIME

  Awards season is on. Film-film kaliber Oscar dari berbagai sutradara pun sudah mulai bermunculan. Meskipun, pihak distributor Indonesia se... thumbnail 1 summary
 

Awards season is on. Film-film kaliber Oscar dari berbagai sutradara pun sudah mulai bermunculan. Meskipun, pihak distributor Indonesia selalu ragu dalam mengimpor film non-mainstreamyang tak banyak diminati. Sayangnya, doktrin seperti itulah yang masih menghantui distribusi sebuah film di Indonesia. Pada akhirnya, penonton Indonesia pun lebih terbiasa dengan film dengan sajian hiburan instan yang tak memiliki kualitas yang benar. Asal ada tembak-tembakan, aksi non-stop, efek CGI berlebihan dan apapun itu yang menurut mereka bisa memaksimalkan sound system milik bioskop sehingga mereka tidak merasa rugi menghabiskan uang mereka untuk menonton satu film.

Film-film kaliber Oscar pun menjadi sebuah sajian segmented yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang yang benar-benar mengerti. Sayangnya, orang-orang dengan selera yang sedikit ‘tidak biasa’ dalam menonton sebuah film, bisa dianggap sebagai kaum minoritas. Maka dari itu, distributor Indonesia menunggu euphoria yang sangat tinggi tentang film-film seperti ini agar mereka tidak sia-sia saat mengimpor film tersebut. The Wolf of Wall Street menjadi salah satu film yang masuk dalam kategori film kaliber Oscar yang akan mendapat respon sedikit ketimbang film yang lain. 


Menceritakan Jordan Belfort (Leonardo DiCaprio), seorang pialang di salah satu perusahaan besar di Wall Street yang sudah mulai mencintai apa yang dikerjakannya. Ketika itu, dia bekerja pada seseorang bernama Mark Hanna (Matthew McCounaghey). Setelah cukup lama menikmati banyak hasil dari pekerjaannya, Jordan Belfort harus rela untuk meninggalkan pekerjaannya karena perusahaan saham yang menaunginya harus gulung tikar.

Jordan Belfort pun akhirnya ingin bekerja menjadi seorang pialang lagi dan merintis karirnya lagi di bidang yang sama. Lewat perusahaan saham yang kecil hingga akhirnya dirinya dapat membuka sebuah perusahaan saham sendiri bersama dengan teman-temannya. Mereka pun berada di titik puncak hingga suatu saat mereka melakukan tindakan ilegal yang harus membuat mereka diincar oleh FBI. 


Sex, Drugs, and Party every time

Setelah menyapa penontonnya lewat drama keluarga tentang sejarah perfilman lewat film Hugo, Martin Scorsese kembali lagi menyapa penontonnya dengan genre mafia. Kali ini, mafia di dunia saham yang coba diangkat ke dalam feature film miliknya. Martin Scorsese, nama yang sudah besar di jagat perfilman Hollywood. Film-film miliknya yang selalu masuk ke dalam ajang-ajang bergengsi dengan kualitas yang benar-benar terjaga. Bisa dibilang, Martin Scorsese adalah salah satu sutradara yang melegenda di perfilman Hollywood.

Beberapa filmnya mungkin segmented, seperti Hugo meskipun dikemas dengan packaging seringan mungkin dengan pendekatan yang lebih heartwarming, tetapi tak semua orang menyukainya. The Wolf of Wall Street menjadi packaging yang berbeda dengan film-film yang ada di dalam feature film miliknya. The Wolf of Wall Street bisa dibilang film biografi dari seorang kriminal dengan pendekatan black comedy yang sangat kental, pendekatan yang sangat pop serta tanpa membuat biografi itu memihak ke tokoh utama itu atau bisa dibilang pencitraan kembali sang karakter utama, Jordan Belfort.

The Wolf of Wall Street menjadikan film dengan durasi 165 menit ini menjadi salah satu film yang notabene panjang tetapi kita menikmati apa yang disajikan di film ini. Bagaimana Martin Scorsese tahu benar mengarahkan filmnya dengan sangat baik, mengarahkan setiap detil 165 menit ini menjadi sajian yang sangat menyenangkan untuk diikuti. Tetapi, bagaimana Terence Winter akhirnya mulai stuck dengan apa yang coba ia ceritakan ketika paruh tengah film. The Wolf of Wall Street serasa overlong dengan isinya yang penuh dengan hura-hura. 


Menggambarkan gaya hidup hedonis milik Jordan Belfort yang sudah mulai tamak akan kekayaan yang didapatkannya. Di sinilah, ketika gaya hidup hedonis milik Jordan Belfort yang sudah mulai terasa overexposed sehingga setiap detil cerita yang beberapa bisa di skip sana dan sini mungkin akan bisa membuat cerita dari The Wolf of Wall Street ini bisa lebih efektif. Sehingga dengan durasi 165 menit (seharusnya 180 menit jika rilis di US, tetapi beberapa adegan party dan nudity dipotong oleh LSF) terkesan berputar-putar di konflik yang itu-itu saja hingga terkadang lupa untuk melanjutkan konflik cerita yang sebenarnya.

Sekali lagi, beruntung Martin Scorsese memiliki skill directing yang sudah tidak bisa diragukan lagi. Cerita yang sudah terkesan stuck itu pun masih memiliki berbagai intrik yang menarik dan jelas mengundang tawa dengan black comedy-nya yang sangat menghibur. Martin Scorsese pun bisa memasukkan unsur-unsur psikologis dan moral value tanpa terkesan menggurui, bukan tersurat namun tersirat di berbagai adegannya.

Menyindir gaya hidup orang-orang kaya baru yang kaget dengan harta yang tiba-tiba dimilikinya hingga suatu saat harta tersebut juga akan diambil tiba-tiba dan hal itu direpresentasikan ke dalam karakter Jordan Belfort dengan berbagai sindirannya yang mungkin akan membuat kita menertawai hal tersebut. Tetapi, hal yang ditertawakan tersebut adalah realitas yang memang sebenarnya terjadi di lingkungan sekitar dan dikritik begitu tajam oleh Martin Scorsese yang pasti akan menusuk beberapa orang yang melakukan hal yang sama seperti Jordan Belfort.  

 

Leonardo DiCaprio bisa dibilang menampilkan performa terbaiknya di film ini. Karakter yang biasanya dimainkan oleh DiCaprio di setiap filmnya mungkin lebih kharismatik. Well, Karakter Jordan Belfort pun masih terkesan kharismatik tetapi sisi lain kehidupan Jordan Belfort yang liar, gila, dan penuh gairah ini mampu dilakukan dengan sangat baik oleh Leonardo DiCaprio. Transform karakter yang sangat kentara sekali dari film-film lainnya.

Sudah tidak ada lagi yang bisa menghalangi sinar Leonardo DiCaprio di film The Wolf of Wall Street. Mungkin Matthew McCounaghey yang tampil 10 menit tetapi juga berkesan. Jonah Hill, Jon Favreau, bahkan Margot Robbie juga sudah tidak bisa menghalangi sang Leonardo DiCaprio yang sedang bersinar di filmnya. Bisa dibilang, The Wolf of Wall Street adalah DiCaprio’s show yang berusaha tampil sangat trendy, sangat asyik, dan rock and roll


Overall, The Wolf of Wall Street adalah pertunjukkan Leonardo DiCaprio yang mengangkat mafia-mafia jahat di dunia saham dengan pendekatan yang black comedy yang sangat kental dan sindiran-sindiran tajam di dalamnya. Meskipun ceritanya yang overlong tetapi, skill directing dari Martin Scorsese yang sudah profesional itu mampu mengantarkan setiap 165 menit film ini menjadi packaging yang sangat menghibur. Well, Lets get the party started *start humming and banging the chest*

 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

ads