Menceritakan tentang Jack McClane (Jai McCourtney) yang tertangkap polisi saat itu. Dia juga menjadi anggota CIA yang mencoba menyelamatkan seseorang bernama Yuri yang berada di dalam penjara karena dijebloskan oleh rekannya bernama Victor. John McClane (Bruce Willis) ayah Jack, yang khawatir dengan keadaan Jack diberi sebuah tiket menuju Rusia oleh putrinya untuk mengecek keadaan Jack. Tetapi, John malah ikut dalam masalah Jack dan turun tangan. Mereka pun mencoba menyelamatkan Yuri yang ditekan oleh anak buah Viktor yang terus meminta berkas milik Yuri.
A Good Day To Die Hard become A Good Day To not watch Die Hard.
Kenapa statement itu? yah, film ini benar-benar mengecewakan. Dengan mematok sebuah ekpektasi yang cukup tinggi terlebih installment sebelumnya Live Free or Die Hard memberikan sebuah sajian aksi yang lengkap dengan ceritanya. Di film kelimanya ini, benar-benar gak ada gregetnya sama sekali. Film ini dibuka dengan beberapa sneak peek yang akan menjadi patokan selanjutnya di scene-scene yang akan datang. Tetapi, opening scene film ini saja sudah membuat ekspektasi saya langsung hancur lebur. Sebuah penceritaan sneak peek yang kurang bagus. Maksud ingin membuat penonton akan dengan mudah penasaran dengan apa yang akan terjadi di film ini. Alhasil, Saya malah memicingkan mata saat menyaksikan scene pembuka film ini. Dengan penceritaan scene pembuka yang berantakan, film ini pun terus diganjar dengan penceritaan yang semakin buruk. Setelah melihat nama sang Sutradara, ah si John Moore. Dia pun sebelumnya tak seberapa kompeten dalam menangani sebuah film. Lihat saja hasil filmnya yang terakhir ini Max Payne yang kualitasnya juga dibawah rata-rata. Cerita di film ini memang tak tertata sama sekali. Semua penceritaan itu serasa di skip satu persatu sehingga membuat film ini terkesan dipercepat. Lalu, beberapa adegan yang bisa di skip hanya menjadi sebuah penyesak durasi saja. Penceritaan yang kurang tergali dengan baik. Motif penjahat yang diceritakan sangat minimalis. Penggalian latar belakang villain serta karakter utama film ini yang sama sekali tak tergali sepertinya juga memperparah kualitas naskah film ini. Tak hanya berhenti di situ, sebuah penceritaan konflik yang tak seberapa fokus juga menjadi kelemahan film ini. Ditambah lagi dengan plot cerita yang serasa loncat kesana kemari yang membuat film ini tak enak untuk diikuti. Memang, konflik cerita film ini sangat minimalis. Tetapi, Skip Woods selaku penulis naskah tak tahu betul mengeksekusi sebuah cerita sederhana menjadi sebuah jalinan cerita yang berkualitas. Beberapa scoring film yang didengarkan di film ini pun kadang terasa overused. Karena hanya menambah sebuah kebisingan yang memang benar-benar menganggu telinga karena mendampingi sebuah adegan kejar-kejaran, ledak-ledakan, serta tembak-tembakan yang tiada henti di film ini. Budget besar itu memang dipergunakan oleh John Moore untuk menyajikan sebuah sajian aksi yang gila-gilaan di film ini. Tetapi, buat apa semua sajian itu jika didampingi dengan kualitas skrip yang minimalis sekali? sama saja dengan membohongi penontonnya.
Adegan aksi itu terlalu panjang, sehingga saya merasa bosan dengan adegan aksi yang terus ditawarkan kepada penonton tanpa ada iringan cerita yang memadai. John Moore terlalu berkonsentrasi terhadap sajian aksi yang memang lebih banyak. Sehingga naskah yang buat pun menjadi keteteran. Tak hanya itu saja, sebuah komposisi on screen yang terasa film ini dibuat oleh seorang yang kurang kompeten. Karakter-karakter di film ini rasanya di sajikan dalam sebuah frame yang terbatasi. Dengan screen aspect ratio 1:89:1, ada beberapa scene yang menyandarkan semua karakternya dalam aspect ratio screen yang begitu kecil dan hasilnya screen terlihat begitu sesak serta pandangan penonton yang mungkin terbatasi. Dan film ini ternyata di rilis versi Imax 2D nya? Really? Dengan aspect ratio seperti itu? saya sedikit sangsi. Lalu, beberapa tatanan sinematografi yang rasanya dibuat oleh seorang yang sekali lagi kurang kompeten di bidang ini. Beberapa scene sepertinya masih kurang enak dipandang dan terlihat editing yang sedikit kasar dalam pemotongan scene-nya. Lalu, apa yang membuat film ini menarik? Hanya satu dan sekali lagi faktor aktor di film ini yang mempunyai nama yang besar. Siapa yang tak kenal aktor legendaris Bruce Willis? semua pasti tahu. Bruce Willis pun akan tampil di film The Expendables 3 dan ini terasa seperti spin-off. Meski begitu, rasanya Bruce Willis di film ini pun memberikan performa yang setengah-setengah menurut saya. Mungkin hanya sebagai media senang-senang serta nostalgia saja bagi Bruce Willis. Jai McCourtney sebagai Jack McClane pun sepertinya tak ada tautan chemistry Father and Son dengan Bruce Willis. Mereka seperti terlihat canggung dalam menunjukkan chemistry itu. Lalu ada beberapa yang membuat saya semakin skeptis saat menonton film ini. Sajian joke yang di ulang-ulang. Sebuah kalimat yang mungkin jika sekali dua kali akan memecahkan sebuah tawa. "I'm on F***in Holiday" kalimat itu yang terus saja dikatakan oleh John McClane berkali-kali sehingga saya bosan dan kalimat itu terasa menjijikkam. Ending film ini yang juga melempem juga semakin memperburuk keadaan film ini. and last sentence, When you aren't enjoy this movie just shout it loud "Yippie Ki-Yay"
Overall, A Good Day To Die Hard adalah sebuah film aksi yang tak mementingkan segi cerita. Layar sangat disesaki oleh scene-scene explosive content yang membosankan. Serta penggunaan screen aspect ratio yang sangat terbatas. Sepertinya film ini masuk dalam list Worst Movie 2013 versi saya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar