Minggu, 26 Mei 2013

REVIEW + 3D REVIEW - Epic

Tahun ini masih sedikit film Animasi yang keluar. The Croods yang rilis pada bulan maret kemarin pun cukup menghibur dan memberikan cerita y... thumbnail 1 summary
Tahun ini masih sedikit film Animasi yang keluar. The Croods yang rilis pada bulan maret kemarin pun cukup menghibur dan memberikan cerita yang hangat. Kali ini giliran 20th Century Fox yang bekerja sama dengan BlueSky Studios yang pernah merilis film animasi Ice Age merilis film Animasi mereka Berjudul Epic. Epic pun ditangani Sutradara Chris Morgan yang pernah membawa Ice Age mendapatkan nominasi Oscar dalam kategori Best Animated Feature.


Menceritakan Mary Katherine atau biasa di panggil MK (Amanda Seyfried) yang sedang berlibur ke rumah ayahnya di sebuah hutan. Pada suatu ketika, dia berencana untuk kabur dari rumah Ayahnya. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah bunga jatuh yang ternyata adalah seorang makhluk bernama Queen Tara (Beyonce Knowles) yang telah diserang oleh Mandrake (Christoph Waltz).

Hingga akhirnya MK pun berubah menjadi kecil dan masuk ke Dunia Tumbuhan dimana dia pun mendapat tugas dari Queen Tara yang sudah meninggal untuk menjaga kelopak bunga milik Queen Tara yang bisa menjauhkan dan menghidupkan Hutannya. Bersama Ronin (Colin Farrell) serta Nod (Josh Hutcherson) mereka menjaga kelopak itu agar tetap hidup.

http://i0.wp.com/www.cgramp.com/media/2012/06/epic02.jpg?resize=620%2C262
Is not that Epic like its Title. 
BlueSky Studios bisa dibilang baru di dunia studio film-film animasi. Tak seperti Dreamworks Animation, Disney Studio, dan juga yang paling tinggi kasta nya yaitu Pixar Studio. Tetapi BlueSky Studios tetap memberikan film-film animasi yang cukup bagus dan menghibur. Sayangnya, terkadang animasi-animasi buatan BlueSky Studio hanya memberikan kesan Fun saja. Contohnya Ice Age dengan keempat serinya. Mungkin seri Ice Age pertama mampu memberikan kualitas yang juga tak disangka masuk ke dalam Nominasi Best Animated Feature di Oscar tahun 2002. Meski seri-seri selanjutnya Ice Age pun mengecewakan dari segi kualitas. 

Pada tahun ini, Chris Wedge yang menyutradarai film Ice Age (Seri Pertama saja), serta Robots ini mengeluarkan sebuah film animasi berjudul Epic. Epic sendiri diambil dari Buku milik William Joyce yang berjudul The Leaf Man and The Brave Good Bugs. Epic sendiri mengingatkan kita dengan gaya cerita film animasi milik Dreamworks Animation yaitu Rise Of The Guardians. Well, tak usah bingung, karena Rise Of The Guardians juga di adaptasi dari novel karangan William Joyce juga. Dengan berbagai jalinan cerita penuh aksi dengan gambaran-gambaran animasi yang cukup Indah. Meskipun tak memberikan Animasi yang bakal membuat kita terperangah layaknya keluaran Disney Pixar. 

Epic layaknya sebuah selipan ditengah-tengah gempuran film blockbuster yang penuh ledakan dan aksi tembak-tembakan. Mungkin ini akan menjadi alternatif bagi penonton yang masih anak-anak yang juga sedang menikmati masa liburan musim panas mereka. Dengan Trailer yang cukup menggugah selera, tak salah jika Epic pun cukup dinanti-nantikan berbagai kalangan. Hanya Saja, Chris Wedge seperti kurang memaksimalkan potensi yang dipunyai oleh Epic. Sehingga film ini pun tak se-epic judulnya. Kurangnya penanganan yang baik hingga akhirnya 100 menit film ini kurang bisa di nikmati dengan baik. 

http://i2.cdnds.net/13/13/618x339/movies-beyonce-epic-queen-tara.jpg
Epic is all about Fun inside it. So, what are you expect?
Cerita yang ditawarkan oleh Epic sendiri mengingatkan kita pada cerita Arthur And The Minimoys dengan berbagai adegan aksi yang penuh warna layaknya Rise Of The Guardians. Epic sendiri mempunyai cerita yang typical. Nothing different. Semuanya terasa biasa. Ceritanya berjalan terasa lambat dengan pace cerita yang tak diperhatikan. Pertengahan film ini pun melambat dengan konflik yang kurang berkembang dengan pemecahan konflik yang terasa magical dan cheesy. Dengan durasi yang cukup lama, berbagai penggalian karakter pun kurang di lakukan oleh Chris Wedge. Sehingga cerita yang seketika melambat di tengah membuat durasi ini semakin panjang dan kurang efektif dalam story-telling nya dan jelas akan membuat penonton dewasa kurang bisa menerimanya. Belum lagi Adegan aksi lebih minim ketimbang Rise Of The Guardians. 

Berbagai Plot Hole pun tak terelakkan di film ini. Berbagai penjelasan tentang karakter-karakter di film ini pun tak dijelaskan dengan baik. Cerita pun lebih terfokus kepada misi yang diberikan kepada Queen Tara kepada MK. Scene pembuka film Epic yang saya kira tak seberapa menjelaskan sesuatu hal yang penting pun rasanya seperti membuang-buang waktu penontonnya. Meski cukup menghibur untuk memaksimalkan efek 3D di film ini. Semua di ganjar cepat di awal film untuk menjelaskan berbagai konflik yang ada di film ini. Hingga tak memperdulikan back stories masing-masing karakter yang cukup crucial di film ini. 

http://forumcinemaslv.blob.core.windows.net/1012/Event_7370/gallery/Epic-2013-Movie-Image-4.jpg

Mub and Grub adalah karakter yang lovable di sini. Dibuat menggemaskan dengan berbagai joke yang membuat penontonnya terbahak - bahak yang dilontarkan oleh mereka. Joke-joke film ini pun bisa dibilang masih kekanak-kanakan karena sekali lagi film animasi bidikan pasarnya adalah anak-anak. Terutama slow-motion effect yang lucu di awal-awalnya tetapi berubah annoying karena terlalu sering digunakan. Guyonan nya masih cheesy dan mungkin menyenangkan bagi anak-anak yang menonton film ini. Jadi, mungkin penonton dewasa khususnya saya mungkin akan diam saja dan hanya senyum kecil dengan Joke-joke nya yang kekanak-kanakan di film ini. 

Epic pun hanya memberikan sajian film animasi yang hanya memperdulikan unsur Fun yang kuat. Tak ada jalinan cerita yang kuat. Jalinan cerita di film ini pun kurang menghangatkan di berbagai sisi. Meski jelas betul Chris Wedge berusaha sekuat tenaga untuk membuat beberapa scene akan terkesan Heartwarming meskipun tak sekuat film-film animasi lainnya. Epic pun tak pelak hanya menjadi sebuah cerita penuh kesenangan dengan balutan gambar animasinya yang eye popping di mata. Cerita dengan pesan moral yang cukup banyak tentang Lingkungan terutama Hutan yang tak terawat pun terlewatkan begitu saja. Karena penyampaian momen nya yang kurang bertenaga dalam menyampaikannya. 

http://www.remakingjunecleaver.com/wp-content/uploads/2013/05/epic-movie-20131.png

BlueSky Studios memang tak bisa memberikan sebuah desain karakter animasi yang unik. Semuanya typical. Kurang menarik untuk dipandang. Tak ada yang unik. Desain Karakter-nya masih terkesan kaku sehingga kurang meninggalkan bekas. Begitu pun dengan permainan warna di film ini yang saya kira masih kurang berani untuk bereksperimen lebih lagi Warna-warna nya kurang mencolok. Lebih dominan menggunakan warna-warna yang lebih soft. Cukup disayangkan memang karena mengingat Epic juga mempunyai adegan aksi yang cukup banyak sehingga memerlukan warna-warna yang lebih mencolok lagi. Tak seperti Rise Of The Guardians yang menggunakan berbagai warna yang mencolokkan mata sehingga adegan-adegan aksi di filmnya pun terkesan maksimal. Tetapi, berbagai adegan masih menyenangkan untuk di liat. Terutama adegan lari-larian di dalam hutan yang mendukung efek format 3D nya meskipun tak se-maksimal film-film kartun lainnya. Adegan Pop-out yang mungkin bisa di bilang kurang tetapi cukup memberikan sensasi yang bagus dengan gimmick-gimmick 3D yang mungkin masih tak se-norak gimmick 3D yang diberikan oleh Dreamworks Animation.

Cast nya pun penuh dengan bintang-bintang terkenal. Amanda Seyfried, Josh Hutcherson, Colin Farrell, Steven Tyler (vokalis Aerosmith), Christoph Waltz, hingga rapper latin Pitbull pun ikut andil dalam film Epic ini. Beruntung semuanya cukup bisa menyatu dengan karakter-karakter yang ada dengan film ini. Tak ada theme song yang begitu mempunyai hook di film ini. Lagu terakhir yang diputar di film ini dengan suara powerful milik Beyonce pun kurang bisa menarik kuping saya. Tak seperti lagu Shine Your Way milik Owl City yang menjadi theme song film The Croods. 

http://thefilmstage.com/wp-content/uploads/2012/11/epic_movie-620x265.png

Overall, Epic just care about Fun. Doesn't has A heartwarming story although Chris Wedge try harder to present some sentimental moment in this movie. Not digging up the back stories from the character in this movie which will makes this movie has much Plot Hole. Stiff design character with soft color used that doesn't support the action scene in this movie. Well, Its not EPIC as it title. But, lets enjoy it for Fun. Guilty Pleasure.


Dewasa ini, Film-film animasi pasti di rilis dalam format 3D. Epic pun di rilis dalam format Digital 3D. How's 3D? Is it worth it to every penny spent when you watch this movie on 3D? 

BRIGHTNESS


Kecerahan di film ini bisa dibilang sedikit lebih gelap jika disaksikan dalam format 3D ketimbang di saksikan dalam format 2D. 

DEPTH 

Efek Depth film ini pun masih kurang. Sayang sekali karena berbagai scene di film ini masih bisa lagi di maksimalkan dengan efek kedalaman layar yang bisa lebih luar biasa lagi. Tetapi, terkadang efek Depth nya juga masih terasa. 

POP OUT 

Epic pun rasanya juga masih malu-malu dalam menghasilkan Efek 3D yang sangat berexperience. Karena efek Pop Out nya pun masih di bilang kurang. Pop Out nya pun kurang berinteraksi dengan penontonnya. Meskipun efek Pop Out nya kurang maksimal. Tetapi, masih cukup banyak pula adegan pop out nya yang masih terasa jika disaksikan dalam format 3D. 


Epic ternyata masih layak jika di saksikan dalam format 3D yang mungkin seharusnya bisa dimaksimalkan lagi efek 3D di film ini. Tetapi, jika untuk unsur senang-senang dalam segi cerita dan juga efek 3D. Epic is A choice in this week. Still worth to watch Epic in Digital 3D. Enjoy.

Rabu, 22 Mei 2013

REVIEW - Fast & Furious 6

Fast & Furious adalah sebuah film Car-Race-Action yang mempunyai fans yang cukup banyak. Seri-seri nya bisa dibilang laris di pasaran. ... thumbnail 1 summary
Fast & Furious adalah sebuah film Car-Race-Action yang mempunyai fans yang cukup banyak. Seri-seri nya bisa dibilang laris di pasaran. Setelah serinya yang kelima berjudul Fast Five secara mengagetkan memberikan sebuah film Aksi yang tak kosong dan berkualitas. Tak salah jika Justin Lin didapuk kembali menjadi sutradara dan melanjutkan perjalanan Dom, Brian, dan kawan-kawannya dalam petualangan yang lain lagi di Fast & Furious 6 yang tentunya sudah dinanti-nantikan oleh banyak penggemarnya. Apalagi ditambah dengan Penampilan dari aktor Indonesia bernama Joe Taslim. 

 

Setelah Dom (Vin Diesel) serta Brian (Paul Walker) dan juga Mia (Jordana Brewster) yang sudah hidup dengan tenang di sebuah rumah, Hobbs (Dwayne Johnson) meminta Dom untuk mengumpulkan kembali tim-tim mereka yang sudah mempunyai kehidupan sendiri-sendiri untuk menangkap penjahat Internasional bernama Shaw (Luke Evans). Tanpa disangka, Letty (Michelle Rodriguez) pacar dari Dom yang sudah lama mati menjadi salah satu kru dari Shaw. Dom pun kaget dan berusaha untuk mendapatkan Letty kembali. Hobbs pun memberikan penawaran kepada Dom beserta Kru nya jika mampu menangkap Shaw. Hobbs pun berjanji untuk membebaskan mereka dari status mereka yang masih dianggap buronan. 

http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/02563/fast_2563482b.jpg
BANG, BANG, BANG, AND BOOM ! Fun but doesn't has better script.
Justin Lin sudah menangani film ini sejak seri yang ke-tiga. Lalu di Film nya yang ke-empat memang menunjukkan berbagai perubahan pakem dari Fast & Furious series sebelum-sebelumnya. Menjadikan sebuah film Fast & Furious yang lebih kental aroma Car Race menjadi sebuah film non-stop aksi. Film ke-empat yang menurut saya gagal pun dibalas lunas di filmnya yang kelima. Fast Five pun juga semakin jauh dari pakem Fast & Furious biasanya. Adegan balapan yang minim tetapi digempur dengan adegan aksi yang banyak. Dengan cerita yang ditulis dengan baik oleh Chris Morgan. Menjadi sebuah film aksi yang luar biasa dengan ceritanya yang mumpuni. 

Kali ini, Fast & Furious 6 pun tetap menggunakan Justin Lin sebagai sutradara serta screenplay yang tetap ditulis kembali oleh Chris Morgan. Fast & Furious 6 pun tetap menggunakan pakem cerita yang sama dengan Fast Five dan Fast & Furious. Menjadi sebuah film non-stop aksi lainnya tetapi kali ini Justin Lin membuat film ini balance. Tak hanya menyajikan gempuran aksi serta melupakan siapa seri Fast & Furious sebenarnya. Justin Lin kali ini mencoba untuk tetap menjaga berbagai benang merah yang terjalin dari filmnya seri 4 dan 5 bahkan filmnya yang ketiga. Meskipun Seri ketiga film Fast & Furious mempunyai setting waktu jauh setelah seri ke 4 dan 5. Serta membuat film ini memiliki banyak adegan car chase action dan adegan balapan mobil yang cukup banyak sehingga membuat cita rasa pakem Fast & Furious sebelum-sebelumnya tak hilang. 

Di Fast & Furious 6 ini pun aksi gila-gilaan tetap tersajikan dengan baik. Bahkan menurut saya aksi itu lebih gila daripada filmnya yang kelima. Hanya saja menurut saya sedikit terasa hambar. Greget adegan aksi yang bisa dikatakan cukup besar itu kurang mempunyai tensi ketegangan yang baik. Tapi bukan berarti bakal sejelek G.I.Joe Retaliation (meskipun tetap menampilkan Dwayne Johnson). Aksi tetap ditampilkan dengan elegan, sesekali membuat breathtaking, mesmerize di beberapa adegan tetapi tak seterusnya berlangsung indah. Tak seperti Fast Five yang semua adegan aksinya pun tetap terjaga ketegangannya dengan baik. 

http://theactionelite.com/site/wp-content/uploads/2013/05/550x298_Gina-Carano-and-Michelle-Rodriguez-discuss-Fast-and-Furious-6-fight-scene-7895.jpg
 Fast Five still the best so far in this series. 
Lalu apakah Fast & Furious 6 lebih baik dari Fast Five? Mungkin tidak. Fast Five sejauh ini masih yang terbaik dari seri ini. Fast Five unggul dari segi naskah cerita yang surprisingly memberikan cerita yang padat, rapi, dan cukup membuat kita menikmati film ini dari awal hingga akhir. Chris Morgan nampaknya kurang memperhatikan skripnya kali ini. Karena hampir saja film ini bakal berakhir menjadi sebuah non-stop action without a great story. Nyaris akan menjadi sebuah film aksi kosong yang pasti menyenangkan bagi mainstream people yang tak butuh cerita bagus pokoknya diganjar aksi terus-terusan semua beres (No Offense ya.). Karena pace cerita yang tak stabil pun masih menjadi sebuah kendala di film ini. 

Pace cerita yang sedikit tak fokus terjadi di awal film. Cerita yang sedikit cepat diawal lalu kembali normal. Hingga akhirnya dipertengahan film, Film ini mulai melambat. Seperti ingin memberikan bobot lebih pada unsur dramanya. Hanya saja, semua itu terkesan boring. Semuanya terasa terlalu lambat. Hingga akhirnya membuat saya sesekali membenarkan posisi tempat duduk dan mencoba menikmati ceritanya. Drama film ini pun tersaji kurang baik tak seperti pendahulunya. Tak ada porsi ketegangan yang coba tersajikan dan dijaga hingga akhirnya memberikan sebuah konflik yang terkesan baik. Meskipun Fast Five juga mengalami hal yang sama dengan Fast & Furious 6 hanya saja tertangani dengan lebih baik. 

http://www.tophollywoodmovies.com/wp-content/uploads/hollywoodmovies2013/fast-and-furious6/fast-and-furious6-movie-photo01.jpg

Kurangnya lagi, alur cerita yang melambat itu berlangsung cukup lama dan durasinya yang cukup lama yaitu 130 Menit pun sepertinya masih banyak yang bisa di skip sana-sini hingga seharusnya ceritanya efektif tanpa mengurangi esensi ceritanya. Beruntungnya, Drama yang tersaji masih bisa dijalin dengan baik. Masih memberikan cerita yang bisa diikuti. Diselipi dengan ganjaran aksi yang banyak sekali. Sehingga masih banyak nilai plus yang sekiranya bisa melupakan script nya yang kurang tertangani baik. Serta berbagai Joke yang cukup banyak juga menjadi kelebihannya sendiri. Joke nya bisa membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak.

Sepertinya tahun 2013 ini menjadi sebuah tahun yang cukup banyak memberikan unpredictable twist dari segi Villain nya. Pertama dan kontrovesial adalah film Iron Man 3. Lalu disusul Star Trek yang juga memberikan plot twist dari seorang Villain-nya. Kali ini giliran Fast & Furious 6 yang menyusul. Musuhnya pun diberik sebuah plot twist yang unpredictable. Meskipun sepertinya semuanya berlalu begitu saja tanpa adanya penjelasan yang lebih lagi kenapa semua bisa seperti itu. Tetapi, cukup bisa memberikan efek shocking yang cukup. 
http://www.clear.co.id/resources/images/base/ini-aksi-joe-taslim-di-fast-furious-6-44c0b3c.jpg

Beberapa cerita yang kurang tuntas dijabarkan pun juga menjadi kendala disini. Beberapa cerita seperti di skip di beberapa bagian Sehingga Plot Hole masih tetap saja menghiasi alur cerita di film ini. Begitu pula berbagai penggalian karakter yang kurang digali lagi sehingga saya masih diliputi berbagai pertanyaan. Semua cerita itu seperti masih terganjal. Masih menyisakan berbagai tanda tanya yang sepertinya tak berusaha ditutupi oleh Chris Morgan. Editing film ini bisa dikatakan cukup kasar sehingga rasanya transisi dari scene satu dengan yang lain masih terasa ada beberapa scene yang lompat meski tak mempengaruhi sama sekali esensi ceritanya sendiri.
 
Kelebihan lainnya juga ada pada Aktor Dalam Negeri yang juga ikut andil dalam film Fast & Furious 6 ini. Yap, Joe Taslim. Aktor baru milik negara Indonesia ini yang cukup mencuri perhatian saya. Dia menjadi pemeran antagonis di film ini. Menjadi villain dari Dom dan kawan-kawan meskipun tak menjadi Main Villain tetapi rasanya tampang Joe Taslim lebih bengal ketimbang Main Villain-nya sendiri. Badass face with badass attitude itulah Joe Taslim di film ini. Saya cukup ragu ketika Joe Taslim ikut andil dalam film ini. Karena mungkin dia hanya muncul di beberapa detik scene tanpa dialog. Tetapi, ternyata screening time Joe Taslim di film ini bisa dikatakan lebih banyak ketimbang kru Team Shaw yang lain. Meskipun dia minim dialog tetapi penampilannya tetap memukau. Surprising-nya lagi ada dialog dari Joe Taslim yang menggunakan bahasa Indonesia

http://i.dailymail.co.uk/i/pix/2013/05/16/article-2325657-19C41A88000005DC-159_634x286.jpg

Film ini pun terasa seperti Buddy Cop movie karena penampilan Vin Diesel dan Dwayne Johnson yang sangat kompak di film ini dan juga wajah mereka yang sedikit mirip. Semua cast-nya juga masih bisa menunjukkan kekompakan yang bagus. Serta comeback dari Michelle Rodriguez yang juga masih memberikan performa Femme Fatale yang cukup bagus. Fast & Furious 6 pun mewakili summer blockbuster movies yang memberikan non-stop aksi gila-gilaan dengan komedi renyah. Lalu beberapa detik akhir film yang menunjukkan clue untuk film selanjutnya.

Overall, Fast & Furious 6 is not better than its predecessor. Not well-written script from Chris Morgan. But, Justin Lin bring this movie come into another level in Fast & Furious Series. Non-stop action who will ride you from beginning til end even the story still makes me boring. Joe Taslim being Scene stealer in this movie. So, this is the Summer blockbuster movies. Bang, bang, bang and boom. Lets Ride or Die? 

PS : Dont walk out after this movie end. There's a scene with unpredictable cast (clue : another bold guy and he is always have a role in movie action)

Minggu, 19 Mei 2013

REVIEW + 3D REVIEW - Star Trek Into Darkness

Star Trek, sebuah film ber-genre Sci-Fi yang di remake ulang oleh sineas Hollywood bernama J.J. Abrams yang sukses menyajikan sebuah perjala... thumbnail 1 summary
Star Trek, sebuah film ber-genre Sci-Fi yang di remake ulang oleh sineas Hollywood bernama J.J. Abrams yang sukses menyajikan sebuah perjalanan luar angkasa U.S.S Enterprise dengan berbagai penceritaan yang diluar ekspektasi. Memberikan sebuah cerita Sci-Fi yang tak hanya sekedar berpetualang saja. Juga memberikan cerita yang berbobot dan enak untuk diikuti dari awal hingga akhir. Kali ini, J.J. Abrams berkesempatan lagi untuk menyutradarai installment keduanya dengan judul Star Trek Into Darkness 

 

Setelah sekali lagi melanggar saat melaksanakan tugas, Jim Kirk (Chris Pine) pun ditarik menjadi seorang captain dari U.S.S Enterprise. Tetapi, Captain Pike (Bruce Greenwood) tetap memberikan kesempatan kepada Jim untuk beroperasi di U.S.S Enterprise tetapi sebagai First Officer. Pada saat mereka semua berada di sebuah pertemuan untuk membahas musuh yang sedang buron bernama John Harrison (Benedict Cumberbatch), John menyerang tempat itu dan membunuh Captain Pike. Jim tidak terima atas kematian Captain Pike dan akhirnya bersama dengan Spock (Zachary Quinto) dia memburu John Harrison ke suatu tempat yang tak bisa terjamah oleh siapapun. John juga menggawangi peledakan Tempat Pusat Data Enterprise yang membuatnya Buron.

http://www.modernmythmedia.com/wp-content/uploads/2013/04/trek-superbowl630a-jpg_004545.jpg
This is what I called the real Science Fiction movie. A Thrill ride space journey from J.J. Abrams
Star Trek adalah sebuah kambing hitam yang dikira akan menyamai berbagai aspek dan kesuksesan dari Seri Star Wars yang mempunyai banyak fans. Saya belum pernah mengikuti Seri Star Wars sama sekali. Tetapi, Dari keseluruhan Star Trek dan Star Wars mempunyai cerita yang pastinya sangat jauh berbeda. Hanya saja dia mempunyai nama yang hampir mirip. Well, Star Trek kali ini pun di Reboot oleh Sutradara jenius bernama J.J. Abrams. Installment pertamanya pun berhasil mendapatkan pujian dari kritikus film dan hati saya pun dengan gampang direbut oleh J.J. Abrams. Saya pun tak pernah menyaksikan film-film Star Trek sebelum proyek reboot-nya. Tetapi saya tak peduli, karena yang terpenting Star Trek versi baru ini berhasil jadi film space journey yang entertaining, mesmerizing, and charming diberbagai aspek mulai dari cerita hingga CGI yang memanjakan mata.

Kali ini film keduanya, jelas menjadi sebuah film yang paling saya nantikan di tahun 2013 ini. Teaser poster nya yang memberikan kesan gelap yang mungkin juga berpotensi untuk kehilangan identitasnya layaknya Iron Man 3 kemarin. Ternyata J.J. Abrams masih bisa mempertahankan apa yang sudah ditawarkan olehnya sejak Film pertama Star Trek yang sudah berhasil membuat berbagai kalangan tak hanya Trekkies (Para Fans dari Star Trek) saja terkagum-kagum. Saya yang sudah menaruh ekspektasi yang begitu tinggi pun ternyata tak sia-sia. Karena Star Trek Into Darkness menyanggupi berbagai ekspektasi tinggi yang sudah diberikan oleh berbagai kalangan. J.J. Abrams selalu tahu bagaimana cara menghidupkan film fiksi ilmiah dan dicintai oleh banyak orang. Tak hanya Star Trek dwilogi yang membuat orang jatuh cinta. Super 8 pun juga berhasil membuat saya sangat suka dengan karyanya.

Naskah Star Trek Into Darkness ditulis oleh Alex Kurtzman, Damon Lindelof, dan Roberto Oci. Naskah yang mereka garap benar-benar memperhatikan berbagai detail cerita yang tentunya membuat saya sepertinya lupa untuk mengambil nafas. Jalinan ceritanya yang tersusun solid tanpa sedikit celah membuat kita semua akan melupakan durasinya yang cukup panjang yaitu 120 menit. Meskipun menurut saya, penjabaran cerita di awal yang nampaknya kurang tergali lebih sehingga menghadirkan sedikit Plot Hole. Mungkin dengan Second-viewing semua penceritaan yang kurang terjabarkan itu akan terjawab dengan baik. Terutama penggalian karakter dari sosok Villain nya sendiri yang kurang terjabarkan dengan baik. Tetapi kolaborasi mereka tetap menunjukkan sebuah cerita yang begitu solid. Kesalahan sedikit itu pun tak saya hiraukan sama sekali.

http://cdn3-www.craveonline.com/assets/uploads/2013/05/Star-Trek-Into-Darkness-Zachary-Quinto-Chris-Pine.jpg
Breathtaking. This one gonna be on my Best List
Tetapi dengan bertambahnya durasi film. Film ini pun semakin bertambah mengasyikkan untuk diikuti. Tensi ketegangan tetap dijaga dari awal durasi film ini hingga sebuah klimaks yang sangat menawan. Saya berhasil di serap kedalam dunia U.S.S Enterprise hingga saya lupa bahwa saya sedang menyaksikan sebuah film. Sebuah cerita yang tersusun epic. Human drama yang disajikan dengan penuh emosional, Non-stop Action scene yang juga digarap dengan epic sehingga film ini balance tak hanya dari segi cerita saja melainkan juga adegan aksinya juga. Sehingga film ini pun menjadi sebuah alternatif bagi penonton yang ingin menyaksikan sebuah film yang berkualitas tetapi juga renyah di berbagai unsur filmnya. Penempatan joke-joke yang smart pun berhasil dibawakan dengan baik hingga akhirnya film ini tak terkesan serius dari awal hingga akhir film. Well, mereka memperhatikan berbagai detailnya dengan baik dalam segi cerita.

Meskipun Poster serta Trailer yang mengusung nuansa kelam. J.J. Abrams pun bisa membuat Star Trek tetap tak kehilangan identitasnya. Sehingga Star Trek pun tak menjadi jatuh dengan berbagai cerita yang kelam hingga kehilangan identitasnya. Memang benar, jika cerita yang diusung membuat mereka kedalam masalah-masalah yang setidaknya membuat Jim Kirk, Spock, serta siapapun jatuh ke dalam sebuah Indvidual Problem yang mengharuskan mereka make their own decision. Because every decision they make it always has a risk. Resiko yang cukup besar hingga mereka harus tetap dewasa untuk menghadapinya. Tetapi, memang itulah Star Trek sejak film pertamanya. Tak ada yang berubah. Malah Star Trek Into Darkness ini berubah semakin baik dari yang saya perkirakan.

http://www.craveonline.com/images/stories/2011/2012/December/Film/Star_Trek_Into_Darkness_HD_Cast.jpg

Kabar baik selanjutnya, Film ini bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Bukan hanya yang sudah pernah menyaksikan film pertamanya saja. Melainkan orang yang baru saja mengikutinya dari film keduanya. Sehingga mereka tak kebingungan dengan berbagai karakter yang bermunculan di film ini. Karena memang Star Trek Into Darkness ini seperti sebuah sekuel yang berdiri sendiri. Bukan berarti ini malah menghilangkan esensi film pertamanya. Karena tetap J.J. Abrams masih memberikan berbagai benang merah yang masih terjalin di film keduanya.

J.J. Abrams pun bisa menjabarkan dengan baik siapapun karakter-karakter di film ini tanpa perlu menonton film pertamanya terlebih dahulu. J.J. Abrams tak terlihat kelabakan. Berbagai hook dari film pertamanya pun masih ditampilkan di film keduanya sehingga esensi film ini semakin bertambah. Jadi tak perlu khawatir jika film ini melupakan film pertamanya. Karena berbagai momen film pertamanya yang baik masih terjaga di film ini. Sehingga memori penonton film pertamanya masih diikutkan ke film ini.

Permainan Visual film ini yang tetap menawan dengan didukung oleh efek 3D yang juga bagus membuat film ini semakin bertambah baik. Meski efek 3D nya konversi tetapi jangan skeptis dulu. 3D Konversi yang digarap bagus dengan berbagai adegan yang mendukung efek 3D nya. Tak seperti Iron Man 3 yang memberikan kesan minor yang jelas membuang-buang adegan penuh aksi yang ditawarkan di Iron Man 3 yang seharusnya bisa didukung dengan kualitas 3D yang menawan. Star Trek Into Darkness pun berbeda. Semua adegan penuh CGI itu dikonversi-kan ke versi 3D hingga kita bisa menyaksikan secara langsung spaceship Enterprise dengan baik. Semuanya tak terbuang sia-sia. Sekali lagi, saya terserap masuk. Seperti ikut andil didalam adegan-adegan yang tersaji di film ini.

 http://images.starpulse.com/news/bloggers/10/blog_images/star-trek-into-darkness-2.jpg

Belum lagi Twist yang tersaji di dalam plot-nya. Twist nya tak bermain keterlaluan layaknya Iron Man 3. Semuanya tersaji penuh ke-luar biasa-an. Twist-nya mendukung plot. Tak terlalu mindblowing tetapi cukup membuat kita bingung. Ikut curiga dengan semua alur di film ini. Begitu pula dengan Cast-cast yang tetap bermain dengan bagus yang akhirnya membuat film ini semakin kuat. Bagaimana Friend Relationship begitu terjalin antara Jim Kirk yang diperankan oleh Chris Pine dengan Spock yang diperankan oleh Zachary Quinto. Begitu pula dengan Villainnya yang benar-benar dingin. Benedict Cumberbatch berhasil memerankan seorang Villain yang begitu dingin, psychc, serta evil dengan begitu baik dan jelas menjengkalkan bagi penontonnya. Serta dukungan Scoring serta Theme Song Star Trek yang begitu mendukung dan tahu penempatannya di film ini.

Overall, Star Trek Into Darkness be the real Science Fiction which I love the most. Even it use Dark Theme in poster, trailer, or it title but J.J. Abrams not use that theme that ruin the identity of Star Trek itself. Breathtaking, Mesmerizing, and Hypnotizing story that make we as audience come into the movie. Well Done J.J. Abrams. You stole my heart and this is what I called Science Fiction. This gonna be sorted on my Best List movies in 2013. Vulcan Salute ! 



Well, Star Trek Into Darkness pun dirilis dalam versi 3D. Apakah 3D film ini worth it mengingat 3D di film ini adalah hasil konversi bukan di shoot dengan menggunakan kamera 3D.

BRIGHTNESS

Kecerahan film ini tak berkurang meskipun disaksikan dalam format 3D. Sehingga mungkin kepala tak pusing saat menyaksikan film ini.

DEPTH 

Mengagumkan. Mengingat 3D film ini adalah hasil konversi. Ternyata kedalaman film ini dalam format 3D masih terjaga dengan baik. Berbagai setting tempat terutama luar angkasa makin menunjukkan efek depth-nya yang mengagumkan. Meski di setting Indoor, depth film ini bisa dikatakan biasa. 

POP OUT 

Adegan pop out-nya elegan. Tak terkesan norak dan menggunakan gimmick yang kasar. Tetapi semuanya 'keluar' secara sempurna dan tak sia-sia. Adegan-adegan berdebu, asap, serpihan-serpihan keluar menyapa penontonnya yang asyik duduk menyaksikan film ini. 

 
Overall, meski 3D di film ini adalah hasil konversi. Tetapi Star Trek Into Darkness masih worth untuk disaksikan dalam versi 3D. Kita akan terserap masuk kedalam sebuah dunia space dan U.S.S Enterprise yang jelas mengagumkan. So, Watch in 3D and you will get the experience that you will not get in 2D.

Jumat, 10 Mei 2013

REVIEW - Evil Dead

Remake film horor bisa dikatakan banyak yang belum berhasil pada zaman ini. Hollywood terlalu terfokus kepada Income yang akan masuk jika me... thumbnail 1 summary
Remake film horor bisa dikatakan banyak yang belum berhasil pada zaman ini. Hollywood terlalu terfokus kepada Income yang akan masuk jika menyajikan sebuah film horor remake instan tanpa diolah dengan baik dan benar. Contohnya banyak seperti Friday The 13th, A Nightmare On Elm Street, Serta berbagai versi dari Texas Chainsaw Massacre yang menurut saya bisa dibilang gagal. Kali ini giliran dari Film Horor Klasik milik Sam Raimi saat memulai debutnya berjudul The Evil Dead yang rilis tahun 1981 yang coba di Remake oleh sutradara bernama Fede Alvarez


David, Eric,Mia, Olivia, dan Natalie (and guess what, coba gabung semua inisial dari para karakter dan temukan sebuah benang Merah untuk film nya) berlibur ke sebuah kabin tua di tengah hutan milik David (Shiloh Fernandez) dan Mia (Jane Levy) mereka adalah kakak-adik. Mia adalah seorang pecandu narkoba tingkatan paling berat dan disana dia dicoba untuk tidak menggunakan Narkoba lagi dengan bantuan dari temannya yang juga seorang perawat yaitu Olivia (Jessica Lucas). Hingga suatu waktu, mereka menemukan sebuah pintu ke ruang bawah tanah dan menemukan sebuah buku. Eric (Lou Taylor Pucci) menganilisa buku tersebut dan membaca mantra dari Book Of The Dead yang membangunkan sesosok Demon dan satu persatu mereka diteror oleh Demon.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivea9JGDzfypC4HUdmCa4jiIDp6ycw2JIk1MlwCf-__vlCQi_BeRdOKO4lfHqAJ1pnKC4_wQjDCuYkFv1jUsU1_AvyGOHvv4UKGRaNq_uWSho2_ZGn2yLq9HFED1ixHiUnjCMhQPlN9-lB/s1600/evil-dead+2013+eric+david+mia+grandpa+olivia+natalie+cabin.jpg
 A Tribute for Raimi's Classic Horror with great visualization and its A pure remake. 
The Evil Dead adalah sebuah horor klasik yang sangat legendaris ditahun 1981. Banyak sekali orang-orang yang mengagumi apa yang ditawarkan oleh film The Evil Dead kala itu hingga menelurkan dua seri setelahnya. Jika dibaca lewat sinopsis, mungkin film ini menawarkan sebuah cerita horor dengan jalinan cerita yang predictable dan berbagai unsur yang  klise. 5 orang remaja berada di suatu kabin ditengah hutan, lalu ada hantu datang, mereka mati satu persatu. Well, memang semua itu kelewat klise di jaman ini.

Tetapi, memang itu yang ditawarkan oleh The Evil Dead tahun 1981 dan mungkin itulah yang menginspirasi berbagai film horor di era sekarang ini. Bagi yang belum menonton film versi originalnya, mungkin akan mencoba untuk membanding-bandingkan film ini dengan film dengan setting tempat yang sama, kabin di hutan yaitu The Cabin In The Woods. FYI, The Cabin In The Woods pun terinspirasi dengan berbagai kegilaan yang terjadi di film The Evil Dead. Jadi, tak usah sangsi jika ingin menyaksikan film ini hanya karena unsur cerita yang cheesy dan predictable karena memang itulah kekuatan film ini.

Fede Alvarez pun memulai debut filmnya di film ini. Sebelumnya, dia menggarap sebuah film pendek berjudul Ataque de Pánico! (Panic Attack!) ditahun 2009. Dengan di produseri langsung oleh Sam Raimi sebagai pembuat film originalnya dan Bruce Campbell sebagai pemeran Ash di film original The Evil Dead. Setidaknya itu adalah sebuah lampu hijau dari kualitas yang akan diberikan oleh film remake-nya ini. The Evil Dead merupakan sebuah film yang mungkin akan menimbulkan banyak reaksi jika akan dilakukan Remake. Karena memang banyak sekali Fans dari Trilogi The Evil Dead yang klasik ini. Saya pun sangat menikmati apa yang ditawarkan oleh Sam Raimi di Trilogi-nya hingga saya pun menanti-nanti kan bagaimana hasil dari apa yang ditawarkan di versi Remake-nya kali ini. Fede Alvarez tahu benar arti dari Remake.

Karena Remake tak hanya sekedar men-duplikasi cerita dari film originalnya. Tetapi juga mendaur ulang dengan versi yang lebih bagus. Fede Alvarez pun hanya mengambil template cerita dan mengolah ulang berbagai elemen cerita yang ada di versi originalnya. Semua hal yang di ceritakan di sini berbeda dengan versi Original. Semua karakter pun berbeda. Tak ada yang bernama sama dengan versi original-nya. Tetapi bukan berarti semua yang berbeda itu malah membuat film ini terkesan jelek dan tak bagus. Semua yang ditampilkan pun terkesan Fresh dan enjoyable untuk diikuti dari awal hingga akhir film. 

http://www.aceshowbiz.com/images/still/evil-dead05.jpg
Not that terrifying as I hope but its very lovable Gore and Bloody-Fest 
Jika fans The Evil Dead akan mencari sesosok Ash yang ikonik di film remake nya ini. Well, anda tak akan menemukannya. Karena center Character di film ini digantikan oleh sesosok Mia yang lebih digali di film ini. Memang Shiloh Fernandez physically mirip dengan Ash yang diperankan oleh Bruce Campbell di filmnya tahun 1981 itu. Tetapi, cerita bukan menuju ke David karena memang menurut sang Sutradara yang lebih di gali adalah Mia. Tak perlu kecewa, karena Mia pun masih memiliki hal ikonik yang mengingatkan kita dengan Ash (Para fans mungkin langsung tahu di scene akhir film).

Dari segi plot cerita, film ini masih menggunakan beberapa pakem sama. Jalan cerita film ini masih mempunyai inti yang sama dengan versi originalnya. Meski banyak sekali hal yang berubah tetapi tak membuat film ini mengecewakan but that is the remake are supposed to be. Karena berbagai elemen dari versi original-nya masih tetap dipertahankan utuh oleh Fede Alvarez untuk membuat para fans film originalnya serasa nostalgia. Elemen-elemen itu memberikan cita rasa dari film originalnya dengan berbagai visualisasi 'indah' penuh darah yang sangat menyenangkan untuk dilihat. Meski beberapa elemen cerita nya masih terkesan melempem di beberapa bagian.

Tagline di poster yang menuliskan "The Most Terrifying Film You Will Ever Experience" pun sepertinya terlalu berlebihan. Karena elemen 'terrifying' itu masih kurang, tak seperti yang digembor-gemborkan oleh sang sutradara. Meskipun tetap menyajikan Terrifying Film Experience yang sangat menyenangkan dengan berbagai adegan berdarah yang menyejukkan mata. Dengan berbagai elemen ketegangan yang sangat efektif serta penggunaan scoring yang semakin mendukung dengan apa yang ditawarkan film ini. Tetapi sangat disayangkan, sepertinya Fede Alvarez melupakan elemen Dark and Absurd Comedy yang ditawarkan di film Original nya. Karena Evil Dead versi ini pun dirubah nya menjadi film pure horror yang sama sekali tak diselipi elemen dark absurd comedy yang menjadi identitas diri The Evil Dead

http://nerdvenue.com/wp/wp-content/uploads/2013/04/evildead3.jpg 

Tetapi tak masalah, saya tetap bisa menikmati film ini dengan tertawa. Karena adegan gore-nya yang memang sangat banyak membuat saya merasa seperti seorang psikopat yang sedang haus menyaksikan sebuah adegan sadis dengan darah-darah bermuncratan yang begitu banyak. Semua adegan itu pun mengasyikkan. Saya dibuat jijik dan ngeri di versi original nya. Kali ini, di versi remake film ini pun bermain begitu indah. Semua adegan gore di visualisasi-kan epic dan dibuat Less CGI.

Semua darah-darahan itu katanya adalah pure darah murni manusia dengan berbagai campuran darah lainnya. Berbagai efek dari tim tata rias dimaksimalkan benar hingga akhirnya film terkesan begitu sadis dengan efek-efek yang tak terlihat palsu dan menjadi kelebihannya sendiri. Serta rasa ngilu yang mungkin akan menjadi sebuah keasyikan tersendiri dan tak akan terlupakan bagi saya dan penonton lainnya yang mungkin menyukai film ini. Karena adegan Gore di film ini tak hanya sekedar bermain Darah dan bunuh-bunuhan yang biasa.

Berbagai cara membunuh yang dikemas elegan dan smart yang sekali lagi memanjakan mata kita. Sayang, perasaan klimaks saat adegan Gore penuh darah pun harus direnggut oleh Lembaga Sensor Film Indonesia mungkin hanya dipotong beberapa detik tetapi perasaan klimaks itu sedikit mengganjal. Satu-satu nya cara untuk menikmati full version film ini pun harus membeli Bluray atau DVD original dengan Director's Cut Version. Tetapi, LSF tak terlalu banyak memotong film ini sehingga esensi cerita film ini masih terlaksana dengan baik. Berbagai adegan gore juga masih lolos sensor. Seperti gambar diatas, yang menjadi scene yang paling saya tunggu-tunggu saat Trailer dengan 'Red Band' di unggah di Internet.

http://www.cinematraque.com/wp-content/uploads/2013/04/887296_465649086837707_1344029572_o.jpg

Dari segi cast, Tak butuh pemain terkenal di film ini. Lou Taylor Pucci, Jessica Lucas serta Liz Blackmore pun tak seberapa tergali karena screening time mereka yang tergolong sedikit. Tetapi, mereka berhasil mempunya Alter-Ego dimana satu sisi sweet dan satu sisi psychic saat Demon mulai menyerang mereka. Shiloh Fernandez pun bermain Heroik layaknya Ash di versi original nya meski tak berhubungan. Lalu, Jane Levy totally stole my heart. Dia berhasil menjadi seorang yang fragile saat menjadi Mia, bisa menjadi seorang yang benar-benar gila saat kerasukan sesosok Demon, dan berubah menjadi Heroik saat berusaha membunuh Demon.

Overall, Evil Dead is totally A Tribute from Sam Raimi's horror classic. Totally A remake without forgetting about the original element even it's not that terrifying as I hope. But, Bloody-bath and Gory scene are very lovable and enjoyable. This is the new vision of The Evil Dead. Because there was something in the woods that makes you all going to die tonight!
PS : I give an addition score 0.25 because of bloody bath scene that totally enjoyable.

Kamis, 09 Mei 2013

REVIEW - Cinta Brontosaurus

Raditya Dika novelis terkenal yang juga buku-bukunya bisa dikategorikan best seller. Buku-buku nya mengambil genre komedi tentang dirinya. D... thumbnail 1 summary
Raditya Dika novelis terkenal yang juga buku-bukunya bisa dikategorikan best seller. Buku-buku nya mengambil genre komedi tentang dirinya. Dia pun mempunyai fans yang cukup banyak karena buku-buku nya yang cukup membuat tertawa. Setelah buku pertamanya Kambing Jantan di angkat menjadi sebuah Film. Kali ini, giliran buku kedua miliknya. Cinta Brontosaurus pun diangkat ke layar lebar dan digarap oleh Fajar Nugros dan naskah langsung yang ditulis oleh Raditya Dika.


Di film kedua nya ini diambil dari cerita-cerita yang tersusun di bukunya yang kedua. Menceritakan bagaimana seorang Raditya Dika mengalami berbagai kegagalan cinta di banyak wanita. Hingga suatu hari dia berfikir bahwa dia sudah berhenti untuk jatuh cinta dan memilki pakem bahwa Cinta itu bisa kadalursa. Suatu hari di suatu kafe, dia bertemu dengan sesosok wanita yang Raditya Dika anggap berbeda bernama Jessica (Eriska Rein). Tak lama kenal mereka pun semakin dekat dan akhirnya mereka pun jadian. Banyak sekali lika-liku yang dialami oleh Raditya Dika. Tak hanya persoalan cinta nya dengan Jessica yang semakin lama semakin memburuk. Tetapi juga masalah nya dengan agen atau manajer nya bernama Kosasih (Soleh Solihun) mengenai buku milik Raditya Dika.

http://planetpelajar.com/resources/1/PP%202013/Mei/Film/Film%20-%20Cinta%20Brontosaurus%20-%20Image%203.jpg 
 Hilarious in the First 45 Minutes and the next 45 Minutes it goes weak and has slow pace story.
Raditya Dika adalah seorang penulis buku komedi awalnya. Berawal mula dari blog nya yang mempunyai banyak pengunjung dan followers. Menceritakan tentang kehidupannya yang serba kocak. Akhirnya buku berjudul Kambing Jantan pun keluar dan menarik banyak orang untuk membeli dan membacanya. Serta sutradara sekelas Rudi Soedjarwo pun berani mengangkat buku dengan gaya penulisan seperti diary itu menjadi sebuah film. Film pertamanya bisa dibilang gagal menampilkan komedi renyah tak seperti bukunya yang sukses membuat pembacanya tertawa terbahak-bahak. Konsentrasi Kambing Jantan pun hanya terfokus pada drama percintaannya yang kurang digali sisi komedinya.

Kali ini, diambil dari buku kedua-nya. Format buku kedua-nya lebih seperti kumpulan cerita pendek yang disatukan menjadi buku. Fajar Nugros pun kali ini menangani adaptasi buku kedua milik Raditya Dika ini. Naskah pun ditulis langsung Raditya Dika. Saya adalah pembaca semua seri buku Raditya Dika. Buku Cinta Brontosaurus adalah buku paling tipis dan paling lemah karya Raditya Dika. Hingga sebuah keputusan untuk mengangkatnya ke layar lebar sebenarnya sudah membuat saya ragu. Dengan perubahan sutradara dari Rudi Soedjarwo ke Fajar Nugros pun setidaknya bisa memberikan harapan baru. Surprisingly, Paruh awal film ini sukses membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak dengan berbagai komedi nya yang sangat anak muda sekali dan jelas memang bidikan pasarnya adalah Remaja. Hingga akhirnya kekuatan yang sudah dibangun diawal tak lagi bisa dikeluarkan di film ini di pertengahan hingga akhir film.

Kekuatannya sudah dikerahkan semua diawal hingga untuk selanjutnya sepertinya kekuatan film ini sudah mulai sirna sedikit demi sedikit hingga akhirnya hilang tak bersisa. Tak menaruh ekspektasi yang besar memang. Tetapi setelah pengawalan yang dihantarkan cukup baik tak salahnya saya pun menaruh ekpektasi yang sedikit tinggi untuk kelanjutannya. Dengan secara tiba-tiba, semua unsur hilarious di film ini hilang. Pace cerita melambat dan membuat saya sebagai penontonnya menguap beberapa kali. Naskah milik Raditya Dika seperti kehilangan kefokusannya. Dengan durasi sepanjang 90 menit ini pun sepertinya Naskah kurang bisa dikembangkan lagi meski berbagai cerita masih bisa dikembangkan.

http://www.tabloidbintang.com/images/stories/img/BERITA/bintang-cetak/Cinta_Brontosaurus-1.jpg 
 At least, the comedy still compatible in the pop culture even it still has some weakness in every part.
Naskah milik Raditya Dika ini pun bisa dibilang berhasil dan juga bisa dibilang gagal. Berhasil karena mampu menyajikan berbagai cerita kegagalan cinta dengan kemasan yang sangat anak muda sekali dengan berbagai joke-joke yang tersebar di setiap scene-nya yang mampu  membuat penontonnya tertawa terbahak-bahak, melihat berbagai pencerminan kegagalan cinta yang mungkin bagi kaum remaja (seperti saya) relevan dengan berbagai kegagalan cinta yang ada di dunia nyata. Komedinya satir menyindir berbagai Produser Film Indonesia yang hanya mementingkan uang dan mengeksploitasi berbagai film hantu-hantuan yang cukup membuat penikmat film gusar dengan kualitasnya yang jelas-jelas kurang.

Fajar nugros pun masih menggunakan imajinasinya saat menampilkan cerita dengan mem-visualisasi-kan berbagai peng-analogi-an narasi cerita yang dihantarkan di film ini. Beberapa quote kocak serta puitis yang juga bisa diterima oleh penontonnya. Serta dibilang gagal karena Naskah nya masih lemah di paruh tengah hingga akhir filmnya. Kefokusan cerita hilang, komedi-komedi nya pun juga semakin bertambahnya durasi semakin hilang.  Penceritaannya terlihat mulai kacau di beberapa penceritaannya hingga akhirnya semua hilang tak bersisa dan muncul kembali sebuah harapan di adegan akhir film yang cukup menghibur. Konflik cerita yang ditarik-ulur serta membuat penontonnya lelah untuk mengikuti film ini hingga akhir.
http://data.tribunnews.com/foto/bank/images/adegan-film-cinta-brontosaurus.jpg 

Fajar Nugros, Sutradara dari Queen Bee (yang surprisingly filmnya menghibur) dan Cinta Di Saku Celana ini pun sudah berusaha keras untuk mengarahkan film ini. Meski beberapa aspek film ini kurang tertangani dengan baik.Tak ada yang spesial dari segi cast nya. Karena memang film dengan cerita seperti ini tak seberapa membutuhkan akting yang terlalu dominan. Semua pemainnya bermain alami, apa adanya dan casual layaknya kehidupan biasa. Tetapi entah kenapa, berbagai scene-nya yang membosankan di paruh akhir itu setidaknya masih menghibur jika bisa menatap muka si penulis Raditya Dika.

Raditya Dika berperan sebagai dirinya satu tingkatan lebih tinggi ketimbang saat dia bermain di film pertamanya. Act ability dia sudah mulai bertambah. Wajahnya yang komikal justru membuat saya tertawa geli. Wajahnya sangat ikonik dengan berbagai ekpresi muka datar yang bisa mengundang tawa. Terkadang dia memasang ekspresi dengan wajah datar dengan mulut menganga lebar yang cukup berhasil mengundang tawa ditengah-tengah kekuatan film yang pudar. Eriska Rein yang sweet dan lovable ini bermain casual dan setidaknya berbagai adegan sweet dengan Raditya Dika pun masih bisa terjalin bagus dan membuat senyum penontonnya. Soleh Solihun sebagai Kosasih juga memberikan kekuatannya sendiri. Dirinya memberikan warna sendiri di film ini hingga akhirnya memberikan penambahan unsur komedi yang kental di film ini.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqhqUg0bSQOu-bZ761i2VfrxzkIU0O5okgpu7fZh6b6FBCq5qterBPstOifNlPi0lE37XbDC6bcwIKkWtiJPn_kFYnPhOy1u07QpLKX8TgB1twTgODAzK8-mpaXzNz3ZlzXQ_FbD_G2wg/s1600/Cinta-Brontosaurus-001.JPG

Dari segi teknis, cukup mengagetkan juga Star Vision menggunakan sound Dolby 7.1 yang tak pernah digunakan untuk film-film Indonesia pada umumnya. Cinta Brontosaurus ini pun menggunakan Dolby meski tak seberapa terdengar karena genre drama komedi seperti ini tak memerlukan tata sound seperti ini. Hanya saja berbagai soundtrack serta sound effect yang mungkin membuat penggunaan Dolby 7.1 ini berhasil. Serta penggunaan aspect ratio 2:35:1 yang menarik. Meski sepertinya penggunaan kamera yang kurang bagus terutama di setting kurang bercahaya hingga akhirnya pixel gambar di film ini seperti sedikit pecah dan tak mumpuni untuk menggunakan aspect ratio 2:35:1 ini. Lagi-lagi Cesa David Lukmansyah menggunakan Editing yang cemerlang hingga akhirnya esensi film ini masih bisa bertambah diluar aspek cerita yang ditarik ulur.

Overall, Cinta Brontosaurus better from Kambing Jantan. The first 45 minutes surprisingly entertaining and make the audience laugh. But, the weakness come from the next 45 minutes. Slow-paced story make me as audience tired when I watch this movie. The story about Love can be expired still make me Fun and enjoy. For Teenagers, This is your show. Just Enjoy it.

ads